Demokrat - PDIP Memanas

Demokrat - PDIP Memanas

JAKARTA - Perseteruan politik antara Partai Demokrat dan PDIP kembali memanas. Ini setelah Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menyoroti kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Ketua Fraksi Partai Demokrat (PD) itu menyebut perekonomian di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meroket. "Terus terang rakyat perlu kepastian. Rakyat perlu kepercayaan dan keyakinan, dan bukti. Bukan janji. Alhamdulillah, kita pernah membuat itu. Ketika zaman mentor kita Pak SBY selama 10 tahun, ekonomi Indonesia meroket, APBN kita meningkat, utang dan defisit terjaga. Pendapatan rakyat naik dan lain-lain. Termasuk tentang persentase tingkat kemiskinan dan pengangguran," ujar Ibas di Jakarta, Jumat (7/8). Dia menyebut Demokrat hadir sebagai partai yang bisa mencegah negara ini masuk jurang. "Sesungguhnya Demokrat justru hadir memberikan koreksi dan kritik serta solusi supaya negara tidak jatuh ke jurang. Kita ingin agar Demokrat menjadi partai yang cerdas dan tepat dalam berpikir," paparnya. Pernyataan Ibas itu langsung menuai berbagai reaksi. Juru bicara DPP Partai Gerindra, Habiburokhman menilai diksi meroket yang disampaikan Ibas berlebihan. "Namanya politisi wajar klaim keberhasilan era kepemimpinan mereka. Walaupun istilah meroket sedikit berlebihan. Karena rata-rata di bawah 6 persen," kata Habiburokhman di Jakarta, Jumat (7/8). Politisi PDIP, Andreas Hugo Pareira menyebut ekonomi di era SBY memang cenderung stabil. Indonesia mengalami krisis tahun 2008. Saat itu, memang Indonesia berhasil keluar. Namun, saat itu Indonesia masih tertinggal dari negara lain. "Kita tertinggal jauh dari negara-negara middle income dalam hal pembangunan infrastruktur sebagai basis pembangunan ekonomi yang lebih berorientasi produksi. Saya melihat pemerintahan Jokowi mengembangkan strategi pembangunan ekonomi yang lebih berorientasi produksi dengan membangun basis pembangunan fisik infrastruktur-infrastruktur dasar yang strategis dan pembangunan SDM pendidikan. Termasuk pendidikan vokasi," kata Andreas di Jakarta, Jumat (7/8). Hal senada disampaikan politisi PDIP lainnya, Hendrawan Supratikno. Dia menyebut pemerintahan di era SBY meninggalkan banyak proyek yang mangkrak. "SBY meninggalkan ekonomi yang stabil dan datar. Namun tidak cukup untuk digenjot, diakselerasi. Karena ada kendala infrastruktur yang sangat tertinggal. Banyak proyek yang mangkrak. Arus mudik-balik Lebaran saja baru terurai di era Presiden Joko Widodo," bela Hendrawan. Menurut anggota DPR Komisi XI DPR RI itu, ada pihak yang menilai pemerintahan era SBY sebagai the lost decade. "Pembangunan infrastruktur besar-besaran seharusnya terjadi di periode lalu. Program MP3EI SBY harusnya sudah berjalan sejak 2005-2010. Sehingga tidak menjadi beban pemerintahan berikutnya," papar Hendrawan. Dia menambahkan, saat SBY menjadi presiden, ekonomi dunia masih sangat stabil. Pertumbuhan ekonomi dunia tanpa inflasi yang tinggi. "Saat itu, situasi aman. Karena pertumbuhan ekonomi tinggi berjalan tanpa diikuti inflasi yang tinggi. Ketika terjadi krisis 2008, kebijakan Quantitative Easing (QE) AS juga berjalan efektif. Harga-harga komoditas naik. Sehingga ekspor juga naik signifikan," paparnya. Menanggapi ucapan Hendrawan tersebut, Waketum DPP Partai Demokrat Marwan Cik Hasan mengatakan ekonomi saat SBY menjadi presiden memang tumbuh. Bahkan, masyarakat merasakan dampak kebijakan-kebijakan SBY. "Faktanya ekonomi di era SBY tumbuh terus mendekati rata-rata 6 persen per tahun. Dalam 10 tahun pemerintahan SBY, pendapatan per kapita rakyat naik hampir 4 kali lipat. Kemiskinan dan pengangguran turun signifikan. Rakyat merasakan berbagai program pro-rakyat. Seperti BOS, BPJS, KUR, dan lain-lain. Bahkan, saat krisis keuangan global 2008, kita dengan mantap bisa kembali reborn," jelas Marwan. Sekretaris Fraksi PD DPR RI itu menyatakan pembangunan infrastruktur pemerintahan SBY dilakukan mengedepankan skala prioritas. "Kalau bicara infrastruktur, sangat banyak pembangunannya. Mulai dari Jalan Kelok 9 di Sumatera, Tol Bali Mandara di Bali, bandara di Mataram. Termasuk menyelesaikan Jembatan Suramadu. Itu semua dikelola dengan penuh keseimbangan. Sehingga APBN tidak terbebani oleh infrastruktur," ucap Marwan. Terkait proyek Hambalang, dia menyebut menuturkan proyek itu tidak diteruskan karena bersinggungan dengan kasus hukum. "Ini bukti Demokrat patuh dan taat pada hukum," jelasnya. Marwan menjelaskan apa yang disampaikan Ibas merupakan bentuk motivasi di tengah pandemi Corona. Satu hal yang ditekankan Sekretaris FPD DPR itu, saat berbicara mengenai kondisi ekonomi RI era SBY, Ibas tak menyerang pemerintahan Joko Widodo. "Pernyataan Mas Ibas juga disampaikan dalam acara internal FPD DPR RI untuk koordinasi, konsolidasi, dan membangun semangat kader. Khususnya anggota FPD DPR RI. Tidak ada satu kalimat pun yang menyerang pemerintah saat ini. Pernyataan itu semata-mata untuk membangun semangat dan menginspirasi anak-anak bangsa. Terutama kader Demokrat," pungkas Marwan. Hal senada juga disampaikan Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Ossy Dermawan. Dia menegaskan 10 tahun masa kepemimpinan SBY diliputi segudang prestasi. "Apa pun tanggapannya, tidak bisa menafikan fakta bahwa 10 tahun SBY pertumbuhan ekonomi 6 persen, kemiskinan turun, pengangguran turun, rasio utang turun, cadangan devisa naik," kata Ossy di Jakarta, Jumat (7/8). Dia menyebut SBY mewariskan ekonomi yang baik untuk pemerintahan Jokowi. "Karena warisan ekonomi yang baik inilah, maka pemerintah Jokowi punya uang untuk bekerja lanjutkan pembangunan," terangnya. Ossy menjawab anggapan SBY tak pernah membangun infrastruktur. Dia menegaskan SBY juga membangun infrastruktur selama 10 tahun memimpin. "Saya sampaikan bahwa pembangunan infrastruktur berjalan selama 10 tahun. Bahkan infrastruktur TNI dibangun melalui modernisasi alutsista secara masif. Jangan sampai dianggap semua yang ada sekarang ini hanya dibangun oleh pemerintah sekarang," imbuhnya. Terpisah, Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily menilai Waketum DPP Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono seperti kurang wawasan. "Pernyataannya Mas Ibas sangat tidak tepat membandingkan perkembangan ekonomi di saat pandemi COVID-19 dengan kondisi normal di era Presiden SBY. Seharusnya disertai dengan melihat dan membandingkan data-data perekonomian saat ini dan negara-negara lain," kata Ace Hasan di Jakarta, Jumat (7/8). Dia menyebut kondisi ini tidak hanya dialami Indonesia. Tetapi negara-negara lain yang menerapkan pembatasan sosial mengakibatkan turunnya output ekonomi. Ace menyebut World Bank memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun ini negatif/terkontraksi. "Ini menjadi krisis ekonomi terparah sejak The Great Financial Crisis pada 1930-an. Presiden Jokowi sendiri telah berusaha untuk terus mengambil kebijakan sangat serius. Presiden sejak awal menyeimbangkan antara rem dan gas dalam menjaga stabilitas ekonomi, menyeimbangkan antara penanganan kesehatan dan upaya pemulihan ekonomi," terang Ace. Salah satu strateginya adalah terus mendorong belanja pemerintah. Ini dilakukan mengingat dalam kondisi krisis, pertumbuhan ekonomi perlu ditopang belanja pemerintah. "Coba lihat data-data dari negara lain tentang pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua. Singapura mengalami -12,6 persen, Jerman -10,1 persen, Amerika Serikat - 32,9 persen. Negara-negara lainnya telah mengalami resesi," paparnya.(rh/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: