Ketua KPU Isolasi Mandiri, Setelah Dinyatakan Positif COVID-19 

Ketua KPU Isolasi Mandiri, Setelah Dinyatakan Positif COVID-19 

JAKARTA - Ketua KPU RI Arief Budiman dinyatakan positif COVID-19. Hal itu diketahui saat Arief menjalani tes swab pada 17 September 2020. Tes ini wajib dilakukan sebagai syarat untuk menghadiri rapat bersama Presiden Joko Widodo. "Tanggal 16 September 2020, saya rapid test. Hasil non reaktif. Tetapi, tanggal 17 September 2020 malam, saya tes swab. Ini digunakan sebagai syarat menghadiri rapat di Istana Bogor tanggal 18 September 2020. Hasilnya positif," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/9). Akhirnya, Arief tidak bisa mengikuti rapat dengan Jokowi. Rapat tetap berlangsung. Namun, diwakili oleh anggota KPU lainnya. "Kehadiran dalam rapat diwakili anggota KPU. Tanpa saya, rapat tetap berlangsung," imbuhnya. Setelah menerima hasil tersebut, Arief langsung menjalani isolasi mandiri. Menurutnya, dia tidak mengalami gejala. "Mulai tanggal 18 September 2020, saya sudah mulai isolasi mandiri.  Karena tidak ada gejala seperti batuk, panas, pilek maupun sesak napas," paparnya. Sementara itu, seluruh pegawai KPU RI diinstruksikan bekerja dari rumah hingga 22 September 2020. "Sesuai aturan yang berlaku, KPU menerapkan kebijakan WFH bagi semua pegawai.  Mulai tanggal 18 sampai 22 September 2020," terang Arief. Sterilisasi, lanjutnya, akan dilakukan di Kantor KPU mulai hari ini. Begitu juga di area rumah dinas. Meski menjalani isolasi mandiri, Arief mengaku tetap menjalankan tugasnya. "Saya tetap bertugas secara online. Selama isolasi mandiri, saya akan terus memantau perkembangan dan bekerja. Koordinasi dengan anggota KPU lain tetap saya lakukan," paparnya. Sebelumnya, komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting juga dinyatakan positif Corona. Evi diketahui positif COVID-19 pada 10 September 2020 lalu. Saat ini, Evi juga masih menjalani isolasi mandiri. Artinya, dari 7 komisioner KPU RI, dua di antaranya positif Corona. Terkait hal ini, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jumat (18/9), total kasus Corona di Indonesia mencapai 236.519. Ini setelah ada penambahan sebanyak 3.891 kasus. Dari 3.891 kasus tersebut, sebagian besar berada di DKI Jakarta dengan 1.258 kasus. Disusul Jawa Timur 485 kasus. Selanjutnya Jawa Barat 341 kasus. Jumlah pasien yang meninggal dunia juga bertambah sebanyak 114 orang. Dengan demikian, totalnya 9.336 orang. Selain itu, jumlah pasien Corona yang sembuh juga ada penambahan sebanyak 4.088 pasien. Sehingga total pasien sembuh menjadi 170.774. Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Reisa Broto Asmoro mengungkapkan jumlah kasus aktif Corona di Indonesia sebanyak 56.409. Menurutnya, Corona telah menyebar ke 34 provinsi dan 493 kabupaten/kota di Indonesia. "Masyarakat diminta menggunakan masker dengan benar. Tidak asal-asalan. Mari terus biasakan diri dengan protokol kesehatan. Tutupi bagian hidung sampai dagu," ujar Reisa di Jakarta, Jumat (18/9). Dia menambahkan agar penggunaan masker jangan hanya sebagai hiasan semata. Publik juga diminta menyiapkan lebih dari satu buah masker.  Terutama ketika beraktivitas. "Saya masih lihat beberapa orang malah dikalungkan saja di leher," imbuhnya. Sementara itu, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengingatkan masyarakat penularan COVID-19 terjadi melalui tiga mekanisme, Yakni penularan secara langsung, tidak langsung dan melalui airbone. Penularan secara langsung adalah melalui droplet atau percikan-percikan halus yang dibatukkan seseorang ketika batuk, bersin atau saat berbicara dalam jarak 1-2 meter. Kemudian, mekanisme penularan COVID-19 tidak langsung melalui tangan yang terkontaminasi setelah menyentuh benda-benda yang telah terkontaminasi Corona. "Ini perlu terus diingatkan kepada masyarakat. Jika tangan sudah menyentuh barang yang terkontaminasi, kemudian menyentuh area wajah, hidung, mulut atau mata, tanpa mencuci tangan lebih dulu, mala virus masuk dan terhirup ke dalam saluran napas. Selanjutnya masuk dalam tubuh," jelas Agus. Mekanisme penularan COVID-19 lainnya adalah melalui airbone alias udara sepertu yang disampaikan WHO (World Health Organization). "Penularan lewat udara ini disinyalir terjadi paling banyak di lingkungan rumah sakit. Yaitu pada tindakan-tindakan prosedur yang menimbulkan aerosol atau microdroplet," terangnya. Penularan melalui udara dapat terjadi dalam radius hingga 60 meter. Selain penularan udara dapat terjadi di lingkungan rumah sakit, penularan melalui udara juga bisa terjadi di tengah populasi penduduk. Terutama pada area tertutup yang tidak memiliki ventilasi udara yang baik. "Misalnya ruang perkantoran, restoran atau rumah makan atau ruang-ruang pertemuan kecil. Itu semua memiliki potensi apabila ruangan tertutup. Terlebih, tidak ada ventilasi yang baik. Kemudian kerumunan padat. Sehingga potensial terjadi penyebaran lewat udara. Itu dimungkinkan.  Beberapa laporan kasus seperti itu sudah ada," pungkasnya.(rh/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: