Terus Bergulir Polemik Cukai Rokok 2021

Terus Bergulir Polemik Cukai Rokok 2021

JAKARTA - Pemerintah akan menaikkan cukai rokok pada 2021 mendatang masih menuai polemik. Di tengah situasi seperti rasanya tidak memungkinkan untuk menaikkan cukai rokok. Jika dipaksakan akan merugikan pemerintah dan masyarakat. Selama Januari-Agustus 2020 serapan tembakau oleh pabrikan rokok terbilang rendah. Hal ini karena disebabkan adanya pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pabrikan rokok meminta pemerintah tidak menaikkan rokok untuk 2021 secara eksesif seperti 2020. Pada awal 2020, produksi rokok diperkirakan akan turun 15 persen secara tahunan setelah pada akhir 2019 tumbuh tipis sekitar 1,1 persen saat cukai tidak dinaikkan. Artinya, penurunan produksi rokok pada akhir 2020 menjadi yang terbesar selama 10 tahun terakhir. "Kami memprediksi penurunan produksi rokok secara industri mencapai 22 persen. Permintaan produk rokok akan mendorong penyerapan tembakau. Jadi harus diperhatikan peningkatan cukai tahun depan,'' ujar Presiden Direktur  Hanjaya Mandala Sampoerna, Mindaugas Trumpaitis dalam video daring, kemarin (18/9). Dengan demikian, menurut dia, tren penurunan permintaan rokok sejak 2017 akan membuat pabrikan sulit untuk meningkatkan serapan tembakau. Nah, harapan dia, pemerintah menaikkan cukai pada 2021 nanti secara moderat. Sementara Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI)memperkirakan produksi tembakau pada akhir tahun ini akan mencapai sekitar 185.000 ton atau lebih rendah sekitar 10 persen secara tahunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh iklim di mana dipengaruhi curah hujan dan angin. "Di Jawa Tengah sebagian produksinya bagus tahun sekarang. Kalau di Jawa TImur ada penurunan, di Bali turun, dan di Jawa Barat tidak berubah. Jadi secara nasional  sedikit turun hingga akhir 2020,'' kata Ketua Umum APTI, Agus Pramuji. Ditambah lagi adanya pandemi Covid-19 sehingga serapan oleh pabrik besar tidak optimal.  Dia mencatat, pada Januari-Agustus 2020, serapan tembakau baru mencapai 40 persen dari total panen. Serapan tembakau akan dapat lebih tinggi lagi karena kebutuhan tembakau oleh pabrikan mencapai sekitar 300.000 ton per tahun. Terpisah, Guru Besar FEB Universitas Brawijaya Chandra Fajri Ananda berpandangan kenaikan cukai rokok pada 2021 mendatang akan merugikan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu, saran dia, perlu dikaji kembali. "Simplikasi cukai dapat mematikan industri rokok secara nasional. Menurut saya, sebaiknya tdak perlu melakukan simplifikasi dari 10 tier menjadi 3 tier. Tetap pakai yang selama ini sudah berjalan dengan baik, ” ujarnya. Pasalnya, dalam kondisi resesi ekonomi saat ini pemerintah akan kesulitan untuk menyediakan lapangan kerja. Belum menyediakan lapangan kerja, namun sudah mematikan industri hasil tembakau. "Apa sudah ada industri pengganti yang dapat menyerap jutaan tenaga kerja industri rokok? Ya kalau belum, sebaiknya jangan mematikan industri hasil tembakau nasional," tukasnya. (din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: