Omnibus Law UU Cipta Kerja Sangat Mungkin Dibatalkan MK

Omnibus Law UU Cipta Kerja Sangat Mungkin Dibatalkan MK

JAKARTA- Politikus Partai Geloran Fahri Hamzah menilai, Omnibus Law UU Cipta Kerja sangat mungkin dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) apabila ada yang melakukan judicial review (JR). “Sangat mungkin MK membatalkan keseluruhannya,” kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (10/8). Bukan tanpa alasan Fahri berpendapat demikian. Sebab, jauh hari sebelumnya ia pernah menyampaikan sebuah analisis terkait munculnya wacana Omnibus Law UU Ciptaker ini, saat Program Legislasi Nasional (Prolegnas) disahkan pada Januari 2020. Wakil ketua umum Partai Gelora Indonesia ini mengatakan basis analisisnya kala itu dengan membaca motif dan filosofi di balik UU, setelah melihat akumulasi lima tahun pemerintahan Presiden Jokowi yang bermazhab pembangunan ekonomi.

“Mazhab inilah yang ditayangkan dalam satu perundang-undangan,” jelas Fahri.
Ia menjelaskan, sebetulnya ada dua mazhab ekonomi yang berkembang. Yakni mazhab ekonomi Eropa yang memakai demokrasi. Kemudian, mazhab ekonomi Tiongkok yang cenderung memakai penyederhanaan terhadap perundang-undangan yang terkait dengan investasi dan ekonomi. Nah, Fahri Hamzah melihat bahwa konversi sistemik dalam Omnibus Law UU Ciptaker itu sangat mungkin menciptakan masalah-masalah terkait konstitusional. Menurutnya, tidak bisa 79 UU disederhanakan dalam satu UU. Sebab, ujar dia, Indonesia tidak saja memiliki 79 UU. Melainkan memiliki ratusan dan bahkan ribuan UU yang harus dirujuk. Termasuk di dalamnya adalah peraturan daerah, menteri, pemerintah, keputusan presiden, dan sebagainya. “Ini akan sangat complicated kalau kita mengubahnya di atas itu,” tegasnya. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku siap menerima laporan terkait judical review atau uji materi Undang-undang Cipta Kerja. Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, pihaknya siap. Namun, para pemohon uji materi agar mengikuti prosedur permohonan uji materi. Nantinya, berkas uji materi akan diterima dan diverifikasi terlebih dahulu oleh MK. “Ya pasti siap. MK memastikan siap. Prosedurnya dengan hukum acara untuk perkara PUU (pengujian undang-undang) seperti biasanya, diterima, diverifikasi, diregistrasi, disidangkan, kemudian diputus,” jelas Fajar Laksono kepada wartawan, Kamis (8/10). Dia menjelaskan, jika pihaknya akan menerima banyak laporan, maka sejumlah pengajuan itu dijadikan satu. “Kalau misalnya pemohon banyak, strateginya bisa dengan menggabungkan persidangan,” ujarnya. Dia memastikan, Majelis Hakim MK dalam memutus suatu uji materi tidak akan terpengaruh oleh kekuasaan mana pun. “Insha Allah, MK enggak akan terkurangi kejernihan berpikirnya dengan peristiwa apa pun, apalagi menyangkut kebenaran dan keadilan berdasarkan UUD,” tuturnya. Pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja jadi sorotan Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Presiden KSPN Ristadi mengatakan, pihaknya tengah melakukan kajian pada beleid itu untuk melakukan judicial review. “Tim kami sedang lakukan kajian untuk judicial review terhadap pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD (Undang-Undang Dasar),” kata Ristadi belum lama ini. Ia menjelaskan, KSPN menilai terdapat pasal yang merugikan pekerja dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal itu terkait sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan outsourcing. (dal/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: