Rudy Wahab Dikonfrontasi Soal Akta Tanah Terkait Kasus Rachmat Yasin

JAKARTA - Aktor senior Rudy Wahab rampung diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeran film laga Tutur Tinular itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin. Dalam pemeriksaan kali ini, Rudy mengaku hanya mencocokkan keterangannya dengan pernyataan dua saksi lain yang juga diperiksa tim penyidik KPK hari ini. "Jadi mencocokkan semua hasil penyidikan. Terakhir keterangan terakhir saya, Adi Lesmana, dan Hendra itu dicocokkan. Tadinya kan ada kejanggalan, nah itu kan sama-sama ditanyain," ujar Rudy di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (12/11). BACA JUGA: Eks Bupati Bogor Masuk Bui Lagi Ia mengungkap, kejanggalan yang dimaksud adalah seputar proses penandatanganan akta tanah. "Masalah proses penandatanganan akta-akta di kantor kecamatan atau di kantor Adi Lesmana, saya sampaikan semuanya di kantornya Adi Lesmana," kata dia. Atas kejanggalan itu, Rudy sempat meminta tim penyidik turut menghadirkan dua saksi lain, yakni Lesmana selaku pengelola pesantren dan Muhamad Suhendra dari unsur swasta. "Ya selama ini keterangan saya jadi patokan, saya bilang panggil aja keduanya, konfrontir, jadi jelas. Kalau tanya satu-satu enggak tuntas," katanya. BACA JUGA: Eks Bupati Bogor Jadi Pesakitan Lagi Rudy pun mengungkapkan, penyidik akan melakukan penyitaan lahan pekan depan. Ia diminta hadir dalam proses tersebut. "Rencana minggu depan ada penyitaan lahan dan saya lagi harus ikut turun. Lahan fisik, kan itu akta juga, kemarin kan sudah sempat dipatok, sekarang proses penyitaan," imbuhnya. KPK pada Senin (9/11) juga telah memeriksa Rudy sebagai saksi. Saat itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkap, tim penyidik mengonfirmasi pengetahuan Rudy menyangkut hibah tanah yang diterima Rachmat Yasin. "Rudy Wahab (Wiraswasta) didalami pengetahuannya terkait gratifikasi dalam bentuk hibah tanah kepada tersangka RY (Rachmat Yasin), termasuk bagaimana proses pemberian hibah tersebut," kata Ali. KPK telah menetapkan Rachmat sebagai tersangka pada 25 Juni 2019 dan melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan pada 13 Agustus 2020. Rachmat diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD sebesar Rp8,93 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional bupati serta kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014. Selain itu, Rachmat juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor, guna memperlancar perizinan lokasi pendirian pondok pesantren dan Kota Santri. BACA JUGA: KPK Buktikan Ucapan Firli, 1 dari 2 Kepala Daerah Ditahan Ia turut diduga menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Vellfire senilai Rp825 juta dari pengusaha. Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja. Rachmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (riz/fin)
Sumber: