Indonesia Ngutang ke Australia Rp15,45 T

Indonesia Ngutang ke Australia Rp15,45 T

JAKARTA - Pemerintah Indonesia berutang kepada Australia sebesar 1,5 miliar Dolar Australia atau setara Rp15,45 triliun. Utang tersebut digunakan untuk menjaga pendanaan fiskal yang berkelanjutan selama pandemi Covid-19. "Fiskal Indonesia sedang di bawah tekanan memperlebar devisit. Kami mendiversifikasikan pembiayaan dan dengan dukungan Australia memberikan utang sebesar AU$1,5 miliar, ini merupakan dukungan yang sangat kami apresiasi," ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dalam video daring, kemarin (12/11), Bendahara negara ini mengatakan, utang tersebut nantinya juga akan digunakan untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19, baik itu pelaku UMKM maupun korporasi. "Sehingga kami juga bisa membantu komunitas bisnis dan UMKM, tapi yang paling penting untuk menjaga keamanan dan keberlangsungan fiskal kami," ucapnya.

BACA JUGA: Klarifikasi Pejabat BPKAD, KPK Sudah Periksa 30 Saksi Dugaan Korupsi Kingmi Mile 32

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai saling bantu antar negara, seperti yang dilukan Australia terhadap Indonesia akan memberikan efek domino terhadap negara lainnya. Dalam kondisi seperti ini, memang harus saling membantu negara yang membutuhkan bantuan. "Kemitraan seperti ini tidak hanya menekankan hubungan Australia dan Indonesia yang sangat kuat, tapi juga pemahaman sebagai negara tetangga memiliki efek domino dalam pemulihan," tuturnya. Sementara itu, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Akhmad Akbar Susamto berpandangan bahwa memiliki utang bukanlah sesuatu yang buruk. Asalkan utang dijadikan sebagai alat pengungkit ekonomi. Dia mencontohkan seperti Amerika Serikat dan Cina yang memiliki utang dan selalu bertambah setiap tahunnya.

BACA JUGA: Disebut Penjual Selangkangan, Nikita Mirzani: Baru Tahu Gue, Ustad Bahasanya Begini

"Dengan catatan utang digunakan untuk hal-hal yang produktif, utang harus ada manfaatnya, manfaatnya harus lebih besar dari jumlah utang, risiko utang, dan biaya atau bunga utang itu," ujar Akhmad. Sejauh ini, kata dia, utang Indonesia masih sehat. Rasio utang baru 34,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, rasio utang RI juga masih lebih baik dibanding beberapa negara lain yang sudah mencapai 50 persen atau bahkan 100 persen terhadap PDB. Dibandingkan dengan Malaysia, kata dia, Sri Mulyani pernah menyebut rasio utang Malaysia sudah mencapai 55,6 persen terhadap PDB pada 2019. Pun begitu dengan Singapura yang rasio utangnya sudah tembus 113,6 persen terhadap PDB pada tahun lalu.

BACA JUGA: Manfaatkan Momentum Pertumbuhan, Bea Cukai Dorong Ekspor untuk Upaya Pemulihan Ekonomi

Kendati masih di bawah batas maksimal,Akhmad mengingatkan agar pemerintah tidak terlena. Pemerintah harus tetap menghitung secara detail bagaimana dampak ke negara jika ingin mengajukan utang baru. "Rasio utang 60 persen ini kan kesepakatan, tapi prinsipnya pemerintah tetap perlu waspada kalau rasio meningkat drastis. Misalnya, biasanya hanya 30 persen lalu naik menjadi 35 persen, itu perlu berpikir kenapa," tukasnya. Sebagai informasi, melansir laporan Bank Dunia bertajuk International Debt Statistics 2021, utang luar negeri Indonesia sudah tembus USD402,08 miliar pada 2019. Utang tersebut membuat Indonesia masuk ke peringkat enam negara berpendapatan rendah dan menengah dengan jumlah utang terbesar. (din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: