Kasus Dino Jadi Momentum Ungkap Tuntas Mafia Tanah

Kasus Dino Jadi Momentum Ungkap Tuntas Mafia Tanah

JAKARTA - Kasus perubahan kepemilikan sertifikat rumah milik orang tua mantan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal harus dituntaskan Kepolisian. Selain menangkap pelaku pemalsuan, aktor-aktor di belakang yang terlibat, termasuk kemungkinan adanya unsur internal Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam kasus ini, harus diungkap. “Pihak kepolisian harus turun tangan mengusut tuntas kasus ini. Tidak sekadar menangkap pelaku, tetapi juga mengungkap aktor atau dalang di balik kasus tanah yang dilaporkan Pak Dino," ujar Anggota Komisi II DPR RI yang membidangi agraria, Guspardi Gaus dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (15/2/2021) malam. Kasus yang terjadi pada Dino Pati Djalal itu, menurut Guspardi, adalah preseden buruk bagi Kementerian ATR/BPN. Terlebih kasus penyerobotan lahan ini tidak hanya dialami oleh pejabat tinggi, tapi juga rakyat kecil. “Ini menandakan manajemen di ATR/BPN sangat buruk, dan perlu dievaluasi, agar peristiwa ini tidak terjadi lagi,” pungkasnya. Menurut legislator dari Partai Amanat Nasional itu, kasus tersebut menjadi salah satu dari banyaknya kasus di sektor pertanahan, selain penyerobotan tanah hingga sertifikat ganda. Untuk itu, pihaknya mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengambil sikap dan mencari solusi atas sederet permasalahan mengenai sertifikat tanah. "Artinya, BPN perlu melakukan pembenahan secara menyeluruh dari sistem pertanahan selama ini," imbuh dia. Komisioner Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya di kesempatan berbeda berpendapat, kasus yang menimpa Dino Patti Djalal memang harus dicermati detail. Untuk mencegah kejadian berulang, kata Dadan, ia menilai harus ada pengamanan berlapis, baik di PPAT melakukan klarifikasi data para pihak, maupun di internal kantor pertanahan setempat. “Memang mungkin ulah dari mafia tanah, dilihat dari modusnya ini kan kriminal, ada dugaan pemalsuan dan berantai sampai ke kementerian ATR BPN. Kemungkinannya dua, yakni keteledoran, atau memang persekongkolan,” ujarnya. Dikatakannya, BPN menerima berkas permohonan dari PPAT/Notaris yang berhubungan dengan para pihak. Namun diduga tidak ada pemeriksaan ulang, atau hanya pemeriksaan formalitas saja. “Jika memang ada oknum-oknum di pemerintahan atau dugaan persekongkolan, harus dibuktikan oleh penegak hukum dalam hal ini kepolisian, pak menteri Sofyan kan sudah bilang komitmenya berantas, tapi hanya menyasar PPAT saja, kalau PPAT saja, kalau terbukti katanya mau dipecat,” tuturnya. Namun menurut Dadan hal itu masih kurang, dan harus dilanjutkan dengan menerjunkan tim yang sudah ada, seperti inspektorat untuk melakukan pemeriksaan baik di internal ATR BPN maupun ke PPAT. “Baik keteledoran, maupun persekongkolan, dua-duanya salah, tapi kalau persekongkolan kan disengaja, hukumannya seharusnya lebih berat atau setimpal dibandingkan keteledoran, makanya perlu ada pembuktian, karena ini merugikan masyarakat,” imbuhnya. Ia meminta setiap permohonan pertanahan, seharusnya sudah clear atau jelas. Sebab baik PPAT dan BPN punya kewenangan mengklarifikasi berkas-berkas. Sebaliknya, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengakui, pemalsuan adalah diantara 185 kasus yang ditangani dalam periode 2018-2020. Kasus-kasus tersebut terindikasi mafia tanah. Berbagai kasus yang terindikasi mafia tanah diantaranya juga pemalsuan dokumen, pemalsuan surat keterangan tanah, perubahan batas tanah dan lainnya. “Kita dari 2018, 2019, 2020 menangani ada 185 kasus – kasus pertanahan yang terindikasi pidana, indikasi adanya mafia tanah disitu, kita tangani dan kita selesaikan,” kata Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Widjayanto dalam konferensi pers virtual, Kamis (11/2). (lan/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: