FIN.CO.ID- Pegiat media sosial Jhon Sitorus menyoroti sejumlah kasus hukum yang belakangan ini menarik perhatian publik.
Mulai dari kasus korupsi di PT Timah yang angkanya capai Rp271 triliun, kemudian kasus kriminal pemerkosaan dan pembunuhan Vina di Cirebon sejak tahun 2016, hingga kasus Kejaksaan Agung dibuntuti anggota Densus 88.
Untuk kasus Vina, baru-baru ini pihak Kepolisian merevisi jumlah daftar buronan atau DPO. Polisi sedianya menyebut ada 3 DPO. Namun kemudian direvisi usai Polis tangkap Pegi Setiawan. Polisi mengklaim bahwa DPO hanya satu yakni Pegi Setiawan.
BACA JUGA:
- ALMI Adukan Film Vina: Sebelum 7 Hari ke Bareskrim, Harus Klarifikasi ke Lembaga Sensor Film
- Bondol Teman Pegi Setiawan Sebut Polisi Salah Tangkap: Saya Kerja Bareng Dia di Bandung
Jhon Sitorus menilai, langkah pihak kepolisian memalukan dengan menghapus 2 DPO dengan alasan salah sebut.
"Alangkah memalukannya lembaga hukum Indonesia jika ternyata 3 DPO pembunuhan direvisi jadi 1 DPO hanya dengan alasan "SALAH SEBUT". Tikus pun ketawa melihat alasan yang kocak ini. Itupun DPO yang ditangkap sangat mencurigakan, terkesan ditumbalkan" kata Jhon Sitorus melalui akun X miliknya, dikutip pada Rabu 29 Mei 2024.
Dia juga menilai, kasus Kejaksaan yang dibuntuti anggota densus sebagai kasus yang mengerikan antara dua lembaga hukum ini.
Belum lagi, viralnya rombongan mobil patwal kepolisian meneror dan menyalakan sirine di depan Kejaksaan. Kejadian itu sehari setelah anggota Densus ditangkap Polisi Militer lantaran membuntuti Jampidsus Febrie Ardiansya.
"Alangkah mengerikan jika kejaksaan diintimidasi oleh lembaga penegak hukum lainnya hanya karena melaksanakan tugas pokoknya sebagai lembaga pemberantas korupsi. Itu lembaga besar, apalagi rakyat kecil?" kata Jhon Sitorus.
BACA JUGA:
- Polda Jawa Barat Tegaskan Pegi Otak Pelaku Pembunuhan Vina Cirebon
- Beredar Foto Jadul Geng Pegi Setiawan Nongkrong Bersama
Kata dia, negara ini berubah menjadi menakutkan karena kesannya seperti teror meneror.
"Negara ini kehilangan sosok yang mampu menegakkan keadilan tanpa kepentingan apapun" paparnya.
"Apalagi presidennya sibuk memastikan agar kekuasaan ditangan anaknya mendarat dengan sempurna dengan dalih transisi, rasanya sulit berharap keadilan hukum di negara ini" imbuhnya.
Dia menilai, penanganan hukum saat ini jauh berbeda saat Mahfud MD masih menjabat sebagai Menko Polhukam.
"Saat kasus pembunuhan Brigadir J oleh Jenderal Ferdy Sambo, Mahfud MD lah yang paling keras bersuara setiap hari. Bahkan komisi III DPR dibuat naik pitam tapi tak bisa berargumen kala itu" kata Jhon Sitorus.