Bawaslu luncurkan IKP Luar Negeri, Malaysia Paling Rawan

Bawaslu luncurkan IKP Luar Negeri, Malaysia Paling Rawan

Aggota Bawaslu Herwyn Malonda saat Launching Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Penyelenggaraan Pemilu di Luar Negeri dalam Pemilu Serentak 2024 oleh Puslitbangdiklat Bawaslu, Kamis (31/8/2023).--

JAKARTA - Malaysia menjadi negara paling rawan terjadi pelanggaran terhadap pemenuhan hak pilih dan kualitas daftar pemilih dalam pelaksanaan pemilihan umum 2024. 

Hal itu disampaikan Anggota Bawaslu Herwyn Malonda saat Launching Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Penyelenggaraan Pemilu di Luar Negeri dalam Pemilu Serentak 2024 oleh Puslitbangdiklat Bawaslu, Kamis (31/8/2023).

"Malaysia adalah negara paling rawan karena memiliki 6 daerah perwakilan dengan jumlah pemilih lebih dari setengah dari seluruh data pemilih di luar negeri. 6 daerah tersebut adalah Kuala Lumpur, Johor Bahru, Kota Kinabalu, Kuching, Penang dan Tawau," kata Herwyn.

Berdasarkan data yang dihimpun Bawaslu, pelanggaran terhadap pemenuhan hak pilih dan kualitas daftar pemilih dalam pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 di luar negeri potensial akan terjadi. Terutamanya di Malaysia.

Salah satu faktor kerawanan tinggi pada negara-negara tersebut, ungkap Herwyn adalah jumlah WNI yang besar dengan tingkat perubahan peristiwa masuk dan keluar yang tinggi dengan tantangan administrasi.

"Tidak semua perpindahan penduduk dari dan ke luar negeri tercatat baik di KBRI, Kantor Imigrasi, BP2MI, dan lembaga negara lainnya yang menyelenggarakan urusan perlindungan hak-hak warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri," terangnya.

Selain itu, pindah kewarganegaraan WNI yang tidak tercatat, paspor WNI yang masa berlakunya habis lebih dari lima tahun atau tidak tanggal berlaku tidak tercantum. 

WNI yang tidak memiliki KTP elektronik atau paspor yang valid, ditahannya paspor WNI yang bekerja sebagai buruh migran atau pekerja domestik oleh majikan. 

Atas kondisi ini sehingga tidak dapat menunjukkan paspornya dan potensi data kependudukan yang masih beralamat di Indonesia.

"Sehingga diperlukan antisipasi terhadap penambahan pemilih melalui mekanisme Daftar Pemilih Khusus (DPK)," ungkapnya.

Tidak hanya pemenuhan hak pilih ungkap Mantan Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara itu, pemungutan suara model Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos, memiliki potensi kerawanan tinggi. 

Karena dapat disalahgunakan dengan menggunakan hak pilih orang lain.

Lagi dia mencontohkan Malaysia, di mana untuk metode KSK di sana, menggunakan mobil yang menyebabkan DPT tidak ditempelkan, sehingga sulit untuk memastikan pemilih yang hadir apakah masuk dalam DPT atau DPK.

Kemudian untuk metode pos, temuan Bawaslu di sana, penyelenggara pemilu tidak maksimal melaksanakan tugas, fungsi, dan kewajibannya karena surat suara yang dikirim melalui pos tanpa bertemu langsung dengan pemilih.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Makruf

Tentang Penulis

Sumber: