Trio Kalayang

Trio Kalayang

--

Ada penerbangan ke Jambi malam hari? Tidak ada. Pesawat ke Jambinya keesokan harinya: pukul 7 pagi. Saya ingin merasakan bermalam di hotel yang ada di bandara: Cordia. Malam itu saya tidak mau ada acara tambahan di Yogya. Saya ingin konsentrasi membaca novel. Tebal. Kiriman John Mohn dari Kansas. Itu novel kedua yang ia tulis.

Novel pertamanya bagus sekali: tentang masa mudanya. Saat bergabung di militer. Cedera. Tidak jadi dikirim ke Vietnam. Lalu ditugaskan sebagai Polisi Militer Amerika di Jerman. Pulang ke Kansas ia tidak punya rumah. Ia tinggal di dalam mobil di pinggir sungai. Berbulan-bulan. Ekonomi pedalaman Amerika menurun saat itu.

Novel keduanya ini tentang perjalanannya ke berbagai koran daerah di Indonesia. Mengajar jurnalistik, fotografi, dan layout di berbagai koran grup Jawa Pos. Sambil menanamkan benih-benih kebebasan pers di zaman otoriter Orde Baru. Sampai runtuhnya Presiden Soeharto.

Pelaku utama di novel itu: bos harian Pos Pagi. Namanya Imam. Tentu itu novel. Fiksi. Tapi saya merasa ada di situ sebagai Imam. Kian lama membacanya kian seru ceritanya. Di novel itu.

Di kereta itulah saya mulai membacanya. Kereta bandara itu populer sekali. Kalau siang. Penuh. Murah: Rp 20.000. Banyak penumpang yang membeli karcis di dua jam yang berbeda. Kalau pesawat tiba terlambat masih tetap bisa naik kereta berikutnya. Toh dua karcis hanya Rp 40.000.

Memang kereta ini berisik: bermesin diesel. Tapi tiba di bandara tepat waktu. Tepat pula lokasi stasiunnya: benar-benar di dalam bandara.

Mudah pula mencari di mana lokasi hotelnya: di dalam bandara juga. Hotel baru. Masih bersih. Saya langsung masuk kamar. Mandi. Membaca. Sampai tertidur sendiri. 

Pukul 03.00 pun bangun. Sudah terbiasa. Setelah urusan pribadi selesai, membaca lagi. Tidak perlu buru-buru ke bandara karena sudah di bandara.

Tiba di Jakarta saya harus pindah terminal: dari terminal 2 ke terminal 1. Saya putuskan naik Kalayang. Kali pertama juga. Kalayang ini sebenarnya di bandara juga tapi terasa di luar bandara. Harus menyeberang jalan dulu.

Stasiunnya bagus. Modern. Terjaga kebersihannya. Tapi saya terkecoh. Saya sudah naik di Kalayang yang benar: ke jurusan terminal 1. Bukan yang ke terminal 3.

Maka begitu kereta berhenti saya turun. Logika saya, itu sudah sampai terminal 1. Saya pun ikut arus penumpang yang turun dari kereta. Lalu turun lagi pakai eskalator.

Ternyata itu belum terminal 1. Dari terminal 2 ke terminal 1 itu Kalayang berhenti dulu di satu stasiun. Itulah stasiun Kalayang untuk ke stasiun kereta api.

Maka saya balik lagi ke stasiun Kalayang. Harus menunggu lagi Kalayang berikutnya: 10 menit. Saya pun mulai khawatir ketinggalan pesawat ke Jambi.

Alhamdulillah: pesawat ke Jambinya delay. Tidak kepalang tanggung: dua jam.

Untung novel itu harus dikebut. Mau telat tiga jam pun saya tidak jengkel. Paling acara di Jambi yang kacau.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Catch Kill

1 minggu

Inisial B

1 minggu

Masa Depan

1 minggu