Cingbing Aipia

Cingbing Aipia

--

Membela kaum minoritas

Jasanya tak kan pernah terlupa

Bapak Tionghoa Indonesia

S'moga banyak yang meneruskan jejaknya

Tak ada Gus Dur

Tak ada Sincia

Gitu aja kok repot

***

Sebelum lagu Aipia, mereka akan menyanyikan ''lagu kebangsaan'' NU: Yaa Lal Wathan. Lengkap. Dalam dua bahasa: Arab dan Indonesia.

Orang-orang Tionghoa dari Semarang itu hafal lagu Yaa Lal wathan. Sering menyanyikannya. "Nada lagunya enak. Mudah dinyanyikan. Memberi semangat," ujar Harjanto Halim, ketua Perkumpulan Tionghoa Boen Hian Tong, Semarang.

Harjanto-lah yang memprakarsai acara cingbing ke makam presiden ke-4 Indonesia itu. "Kalau orang Tionghoa menganggap Gus Dur bapak Tionghoa, sewajarnya kami cingbing ke sana," ujar Harjanto, bos Marimas itu. Harjanto pernah berdemonstrasi menyanyikan Yaa Lal Wathan di depan saya: saat podcast. Pengucapan syair Arab-nya juga benar.

Dari Semarang, Harjanto juga membawa sinci Gus Dur. Yakni lempengan keramik yang dibubuhi tulisan ''Gus Dur'' dan sketsa wajah beliau.

Sinci sehari-hari ditempatkan di altar sembahyangan di ruang perkumpulan Boen Hian Tong Semarang. Kalau ada yang sembahyang untuk leluhur dan dewa di altar itu sekalian untuk Gus Dur.

Cingbing ke makam Gus Dur hari ini adalah kali kedua. Yang pertama tahun lalu. Selama cingbing, sinci itu akan diletakkan di sisi nisan Gus Dur. Lalu dibawa pulang ke Semarang lagi.

Sinci itu dibuat setelah Gus Dur meninggal dunia. Yang membuat tokoh Tionghoa asal Semarang: Sapto Utomo Hidayat. Sapto kini sekitar 70 tahun. Ia pemilik pabrik peralatan makan-minum dari keramik. Terutama untuk diekspor ke Amerika Serikat.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Lia Ahok

1 hari

James Camino

1 minggu

Seragam Baru

1 minggu

DK Jakarta

1 minggu