Pakar Hukum Apresiasi Komitmen Jokowi Upayakan Tidak Ada Lagi Pelanggaran HAM Berat

Pakar Hukum Apresiasi Komitmen Jokowi Upayakan Tidak Ada Lagi Pelanggaran HAM Berat

Presiden Jokowi (instagram.com - @Jokowi) --

JAKARTA, FIN.CO.ID, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ada 12 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada masa lalu di Indonesia, dan berkomitmen untuk tidak lagi terjadi pelanggaran HAM berat ke depan serta berusaha memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian Yudisial.

Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan di era Presiden Jokowi ada sebuah kemajuan penanganan HAM jika dibandingkan dengan kepemimpinan sebelum-sebelumnya, baru kali ada pengakuan dari negara telah terjadi pelanggaran HAM berat.

BACA JUGA:Buntut Tragedi Kanjuruhan, Mahfud MD: Bukan Pelanggaran HAM Tapi Kejahatan Berat

BACA JUGA:Mahfud MD Terima Laporan Tim PPHAM Soal Perkembangan Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat

“Dibandingkan dengan rezim sebelumnya Pak Jokowi ada kemajuan lah artinya mau mengakui bahwa memang pelanggaran HAM berat itu terjadi di Indonesia Itu poin yang bagusnya,” ujar Fickar, Jumat 13 Januari 2023.

Menurutnya, pengakuan adanya pelanggaran merupakan suatu hal baik bagi proses penegakan hukum berikutnya.

Fickar berpendapat upaya itu harus disempurnakan dengan menyeret para pelaku pelanggar ke meja hijau.

“Menurut saya itu langkah yang baik tetapi belum sempurna karena pelanggaran HAM itu punya dua aspek. Selain kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai korban juga ada peristiwa hukum yang belum dilunasi terutama terhadap para pelakunya,” ucap Fickar.

BACA JUGA:KSP Bilang Komitmen Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Tak Pernah Surut

BACA JUGA:Kasu Pelanggaran HAM Berat Paniai Masuki Babak Baru, Kejagung Tetapkan Satu Tersangka

Dia menambahkan meski pemerintah akan melakukan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM, Fickar juga mendorong supaya kasus tersebut diusut secara tuntas.

“Meskipun korbannya sudah diakomodir dengan ganti rugi atau apa pun namanya, tetapi peradilan terhadap para pelakunya itu tetap harus dilakukan. Karena itu akan menjadi hutang terus menerus dari zaman ke zaman,” jelasnya.

“Jadi harus di samping ganti rugi terhadap korban pelanggaran HAM, tetapi juga ada putusan pengadilan yang menyelesaikan kasus-kasus HAM sesuai dengan masanya,” imbuh Fickar.

Lanjut Fickar, pemerintah perlu bekerjasama dengan penegak hukum untuk serius mengungkap para tersangka pelanggar HAM untuk dimintai pertanggungjawaban di depan pengadilan.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: