Terbitkan Perppu UU Cipta Kerja, Pakar Sebut Jokowi Lecehkan MK

Terbitkan Perppu UU Cipta Kerja, Pakar Sebut Jokowi Lecehkan MK

Presiden Jokowi (instagram.com - @Jokowi) --

JAKARTA, FIN.CO.ID- Presiden Jokowi (Joko Widodo) dinilai telah melecehkan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menerbitkan Perppu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

"Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah Pelecehan Presiden terhadap Mahkamah Konstitusi," kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Denny Indrayana lewat keterangan tertulis, Senin 2 Januari 2022.

Denny menjelaskan, Perppu tersebut memanfaatkan konsep 'kegentingan yang memaksa' untuk pada akhirnya menegasikan Putusan MK Nomor 91/PUU XVIII/2020 yang menguji formal dan memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. 

BACA JUGA:Pemerintah Terbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 Pengganti UU Cipta Kerja

BACA JUGA:Antisipasi Resesi Global Tahun Depan, Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja

"Dalam bahasa pemberitaan disebutkan: Perppu ini menggugurkan Putusan MK. Inilah kesalahan besarnya. Artinya, Presiden telah melakukan pelecehan atas putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi," ujarnya. 

Senior Partner INTEGRITY Law Firm Registered Lawyer ini menilai, Presiden Jokowi tidak menghormati MK. Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court. 

Kata dia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan oleh konstitusi untuk menguji konstitusionalitas undang undang. 

BACA JUGA:Banyak Pasal UU Cipta Kerja Dinilai Mendegradasi Hak Buruh, Ini Langkah yang Diambil FSB Garteks KSBSI

BACA JUGA:Menko Airlangga Sebut UU Cipta Kerja Permudah Masyarakat Dirikan Koperasi

"Ketika dinyatakan tidak konstitusional, maka pembuat undang undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK, bukan dengan menggugurkannya melalui perppu" jelasnya. 

Menurutnya, Putusan MK menyatakan secara formal UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945 paling tidak karena belum adanya standar baku pembuatan omnibus law. 

Selain itu yang paling mendasar adalah tidak adanya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam pembuatan UU Ciptaker.

Dengan demikian, masih kata Denny Indrayana, seharusnya Presiden dan DPR melakukan perbaikan UU Ciptaker dengan memperhatikan putusan MK tersebut. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: