Soal Masalah PMI di Inggris, BP2MI dan Migrant Care Kritik Kerja Kemenaker yang Tidak Optimal

Soal Masalah PMI di Inggris, BP2MI dan Migrant Care Kritik Kerja Kemenaker yang Tidak Optimal

Direktur Penempatan Non Pemerintah Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI, Mucharom Ashadi. (Tangkapan Layar)--

JAKARTA, FIN.CO.ID -- Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Migrant Care kompak mengkritisi kinerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dalam memperbaiki atau memperbaharui perjanjian kerjasama dengan negara tujuan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI), terkait dengan persoalan di Inggris. 

Kedua lembaga ini kompak menyebut dugaan penempatan ilegal dan overcharging (pemerasan biaya penempatan) yang terjadi di Inggris, disebabkan oleh fungsi Kemenaker yang tidak optimal dalam pembaharuan perjanjian kerjasama.    

(BACA JUGA:Ribuan Relawan Gardu Ganjar se-Tangerang Raya Deklarasikan Dukung Ganjar Pranowo Sebagai Presiden 2024)

(BACA JUGA:Pengakuan Mengejutkan Relawan Gardu Ganjar yang Deklarasi di Tangerang Bikin Geleng-geleng, Ternyata...)

Direktur Penempatan Non Pemerintah Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI, Mucharom Ashadi menyebut banyak negara tujuan penempatan yang sudah tidak lagi memiliki MoU dengan pemerintah Indonesia. 

Salah satunya dengan pemerintah Inggris atau United Kingdom yang akhirnya menyebabkan permasalahan PMI tersebut terjadi.  

“Tugas ini bukan tugas BP2MI. Sudah sering kami suarakan kepada ‘Saudara Tua’ Kemnaker untuk segera memperbaiki kerjasama penempatan dengan negara tujuan. Beberapa negara penempatan (seperti Inggris) tampaknya (MoU Perjanjian Kerjasamanya) sudah habis,” ujar Mucharom, dikutip Minggu 21 Agustus 2022.

Senada, Migrant Care juga meminta pemerintah atau Kemnaker juga harus menyelesaikan perjanjian kerjasama dengan pemerintah Inggris. Pasalnya, menurut mandat UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), antara Indonesia dengan negara penempatan PMI memang harus memiliki kerjasama. Jika tidak ada kerjasama, maka hal tersebut pasti akan mendatangkan masalah bagi penempatan PMI.

(BACA JUGA:Terungkap! Rekaman CCTV di Rumah Sambo yang Beredar Adalah Editan, Ahli Digital Forensik Mengungkapnya)

(BACA JUGA:Terungkap Peran Brigjen Hendra kurniawan Tidak Main-main, Bersama Ferdy Sambo Menyuruh Melakukan...)

“Negara harus bertindak progresif dengan membuat MOU dengan negara negara tersebut (Eropa). Jangan sampai misi penempatannya besar di Eropa, tetapi sebenarnya kita tidak punya perjanjian penempatan dengan negara tersebut. Itu juga tidak benar. Harus sejalan antara pencarian job order di negara maju dengan perjanjian kerjasama Indonesia dengan negara tersebut,” ucap Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah dalam Dialog Aktual, Jumat 19 Agustus 2022 lalu. 

Anis juga menyatakan permasalahan jerat utang atau debt bondage PMI yang terjadi di Inggris terjadi karena fungsi pengawasan yang tidak berjalan. Sebab, jika fungsi tersebut berjalan maka seharusnya permasalahan tersebut tidak akan terjadi.

“Ada overcharging yang membuat sebagian PMI terjerat utang. Ini tidak dibenarkan. PMI Di-charge (Overcharging) atau tidak, itu kan di bawah pengawasannya Kemenaker. Tinggal ditanya Kemnaker, mengawasi atau enggak,” ujarnya.

Seperti diketahui, pada pekan lalu, media Inggris The Guardian melaporkan persoalan jerat utang atau debt bondage yang menimpa sejumlah PMI pemetik buah yang bekerja di sana. Jerat utang disebut berasal dari overcharging biaya penempatan yang terlampau besar yang dilakukan agensi penempatan PMI.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: