Tunjangan bagi Wartawan Bersertifikat

Tunjangan bagi Wartawan Bersertifikat

Wakil Ketua Dewan Pers periode 2019-2022, Henry Ch Bangun.-Istimewa-

Dan kalau bicara tentang tunjangan sertifikasi wartawan entah mengapa dikaitkannya dengan sertifikasi guru, bukan profesi lain seperti dosen. Maka dalam suatu kesempatan ketika topiknya sedang menghangat, saya sempat bertanya kepada Ketua Dewan Pers (2019-2022) Mohammad Nuh karena beliau pernah menjadi Menteri Pendidikan Nasional.

(BACA JUGA:Pemerintah Tetapkan PMK Hewan Ternak Sebagai Status Keadaan Tertentu Darurat)

Jawabannya sederhana, tunjangan bagi guru bersertifikat merupakan amanat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ada beberapa pasal terkait di sini, yakni Pasal 14 tentang hak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; Pasal 15 tentang jenis-jenis penghasilannya yang salah satunya adalah tunjangan profesi; dan Pasal 2 bahwa pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Selain undang-undang di atas ada produk turunan berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 tahun 2017 sebagai petunjuk pelaksanaan yang mengatur penyaluran tunjangan dan syarat bagi calon penerima tunjangan, yang diatur secara jelas dan terperinci.

Lalu bagaimana dengan tunjangan profesi wartawan?

(BACA JUGA:Striker Timnas Indonesia Ronaldo Kwateh Siap Unjuk Gigi di Piala AFF U-19)

Di dalam Undang-undang Nomor 40 tentang Pers, sama sekali tidak diatur kewajiban negara terkait kesejahteraan wartawan. Karena lahir di masa euphoria reformasi, semangatnya adalah bebas dari pemerintah, pers harus mampu dan mengatur diri sendiri. Di Pasal 10 dikatakan, Perusahaan Pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya. Jadi, nyawa wartawan bergantung pada perusahaan pers. Bagaimana kalau perusahaan pers tidak mampu memberi kesejahteraan bagi wartawannya? Bagaimana kalau wartawan disuruh memanfaatkan kartu persnya untuk mencari duit sebagai pengganti gaji?

Pembahasan lain tentang wartawan di UU Nomor 40 tentang Pers ada di Pasal 7, wartawan bebas memilih organisasi wartawan; wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik lalu di Pasal 8, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

Kalaupun ada terkait barangkali di Pasal 15 tentang Dewan Pers. Di ayat (2) huruf f dikatakan, salah satu fungsi Dewan Pers adalah (f) memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

(BACA JUGA:Piala AFF U-19 2022: Ini Jawaban Berkelas Shin Tae-yong Jelang Lawan Vietnam)

Dari butir f ini misalnya Dewan Pers sudah mengeluarkan Standar Perusahaan Pers, Standar Kompetensi Wartawan, Standar Perlindungan Profesi Wartawan, Standar Organisasi Wartawan, yang di dalamnya juga terkait dengan kesejahteraan yakni perusahaan pers wajib memberikan gaji minimal setara UMP sebesar 13 kali dalam satu tahun. Tapi faktanya ada banyak sekali perusahaan pers yang menggaji wartawan di bawah UMP, dan kondisi ini disikapi dengan pasif, kecuali apabila ada pengaduan ke Dewan Pers, status terverifikasi perusahaannya bisa dicabut.

Dari catatan di atas maka sebenarnya kalau ingin tunjangan sertifikasi wartawan dapat terwujud cara paling ampuh adalah mengamandemen UU Nomor 40 tentang Pers, yang pada umumnya ditolak hampir seluruh masyarakat pers karena menilai parlemen saat ini cenderung represif terhadap pers. Tidak ada jaminan pasal yang dibahas hanya soal tunjangan sertifikat, anggaran pemerintah untuk Dewan Pers, ataupun yang positif. Bisa-bisa nanti untuk menerbitkan perusahaan pers perlu ada izin, untuk menjadi wartawan harus begini-begitu. Kalaupun masuk dalam prolegnas, tidak ada jaminan akan dibahas dalam waktu singkat, karena perlu melobi pemerintah dan parpol-parpol besar, yang tidak mudah.

Jalan kedua, tentu saja melalui Bappenas. Sebagaimana diketahui, pembiayaan untuk pelatihan dan pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dalam 3 tahun terakhir dapat terlaksana karena dimasukkan dalam program prioritas pemerintah oleh Bappenas yang disetujui Kementerian Kominfo. Anggarannya mencapai tidak kurang dari Rp10 miliar per tahun, atau secara keseluruhan dari tahun 2020, 2021, dan 2022, sekitar Rp35 miliar, untuk pelatihan dan uji kompetensi wartawan bagi sekitar 5.000 wartawan.

(BACA JUGA:Dukung Penguatan Ekosistem UMKM, Pemerintah Sediakan Beragam Program)

Kalau saja masalah Tunjangan Sertifikat Kompetensi Wartawan ini dianggap sebagai penting dan dijadikan program prioritas, bisa saja Bappenas membahasnya bersama Dewan Pers lalu mencarikan dananya melalui Kementerian Kominfo. Tetapi tentu saja Dewan Pers harus bertemu dengan seluruh konstituen dan masyarakat pers, untuk mendiskusikan secara mendalam, dengan berbagai sudut pandang agar keputusanya mantap: mencederai kemerdekaan pers atau memang ada manfaatnya bagi wartawan sebagai tulang punggung perusahaan pers. Bisa juga dimulai dengan survei kepada anggota organisasi wartawan, agar dapat memetakan suara hati mereka.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Rizky Agustian

Tentang Penulis

Sumber: