Waspada, Kabar Bohong Menyebar

Senin 30-03-2020,10:30 WIB
Reporter : admin
Editor : admin

JAKARTA – Pesan berantai yang berisi pemberian sanksi bagi kepala daerah yang melakukan lock down yang membuat aturan sendiri, akan di kenakan sanksi mulai dari teguran hingga hukuman indispliner dipastikan kabar bohong alias hoaks. Penegasan ini disampaikan Deputi Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Juri Ardiantoro. ”Tidak ada informasi dari KSP seperti itu. Dan sudah dapat kami pastikan itu kabar bohong. Pusat Informasi Terpadu 2019 n-CoV yang dikelola Kantor Staf Presiden (KSP) mencermati maraknya informasi hoaks terkait hal ini dalam beberapa hari,” terang Juri Ardiantoro, Minggu (29/3). Dalam informasi hoaks itu, menyebutkan Klarifikasi dari Pemerintah Pusat tertanggal 29 Maret 2020 mengatasnamakan Hengki Halim dari KSP-RI. Isinya Presiden menegur keras tiga kepala daerah yakni Gubernur Kaltim, Walikota Tegal dan Walikota Tasikmalaya. Teguran ini resmi di layangkan Presiden Hari ini , Minggu, 29 Maret 2020. ”Sekali lagi, isi informasi tersebut jelas bohong. Tidak pernah ada instruksi Presiden seperti itu apalagi melakukan teguran kepada kepala daerah. Kami minta hati-hati menanggapi apa yang beredar,” jelasnya. KSP juga mendapatkan informasi dari Kemkominfo, yang menemukan sejumlah informasi bohong terkait virus novel corona dalam sepekan terakhir. ”Salah satunya kabar yang menyebut virus korona untuk memusnahkan etnis Uighur, tetapi malah bocor di Wuhan. Publik agar tidak panik dengan kabar palsu tersebut,” terangnya lagi.

BACA JUGA: Presiden Diminta Beri Grasi Penyalahguna Narkoba

Juri mengimbau masyarakat untuk selalu merujuk pada data resmi yang dihimpun Pusat Informasi Terpadu 2019 n-CoV Kantor Staf Presiden (KSP) yang merupakan pusat informasi terpadu resmi pemerintah terkait penanganan virus corona. Juri menekankan pemantauan yang dilakukan KSP sejauh ini mencatat tidak ada bukti kuat yang mendukung dugaan bahwa virus korona adalah senjata biologis Tiongkok yang bocor. Terlebih, dikaitkan dengan klaim bahwa senjata itu ditujukan untuk etnis Uighur. ”Pusat Informasi Terpadu yang ada di KSP bisa menjadi rujukan bagi warga agar tidak termakan hoaks soal Corona,” ujar Juri. Hoaks lain yakni terkait unggahan di media sosial yang menyebutkan adanya anak buah kapal (ABK) dari kapal tanker asal Hong Kong yang positif terkena virus korona, di mana kapal itu disebut tengah berlabuh di dermaga PT Pelindo I cabang Kota Dumai. Faktanya, kata Juri, informasi itu salah. Kepala Seksi Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi KKP Kota Dumai, Suprapto telah menegaskan kabar itu bersifat hoaks alias bohong. Kabar bohong selanjutnya adalah sebuah artikel yang menyebut Badan Kesehatan Dunia atau WHO menyerukan agar Tiongkok diisolasi karena virus korona. Dalam artikel itu disebutkan Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta semua negara tidak membiarkan warganya melakukan perjalanan ke Tiongkok, termasuk untuk urusan dagang. ”Lagi-lagi kabar itu adalah bohong,” tegas Juri. Dia menegaskan hasil penelusuran Kemenkominfo dan PIT-KSP menunjukkan berita asli dari informasi tersebut diambil dari media Reuters dengan judul "WHO Declares China Virus Outbreak an International Emergency". Dalam berita tersebut tidak ditemukan pernyataan dari Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus yang meminta negara-negara di dunia untuk mengisolasi Tiongkok. Sebaliknya, WHO menyatakan bahwa mereka tidak merekomendasikan adanya pembatasan perjalanan ataupun perdagangan dengan Tiongkok.

BACA JUGA: Lockdown Bikin India Kacau, Perdana Menteri Minta Maaf ke Rakyat Miskin

Adapun sejumlah kabar bohong lain yang dicermati KSP antara lain video di media Facebook tentang video kunjungan Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam sebuah masjid tengah meminta doa kepada umat Muslim, yang ternyata merupakan video lawas. Kemudian hoaks mengenai 1.000 orang tim medis Jepang yang tiba di Wuhan yang sudah dibantah Jepang, serta video dengan narasi penguburan babi dan unggas yang masih hidup yang faktanya merupakan video lama saat terjadinya wabah flu babi Afrika. Selain itu hoaks postingan foto di media sosial dengan narasi menyebut bahwa seorang ilmuwan di Johns Hopkins Center for Health Security menyatakan virus korona bisa membunuh 65 juta jiwa dalam 18 bulan apabila berhasil mencapai skala pandemik. Faktanya, Johns Hopkins Center for Health Security meluruskan pernyataannya bahwa simulasi yang dilakukan ilmuwan dalam ajang Event 201 tidak ada kaitannya dengan wabah virus korona 2019-nCoV yang sedang terjadi. Adapun virus korona yang digunakan dalam simulasi tersebut adalah fiksi dan hasilnya bukanlah prediksi. Juri menyampaikan Pusat Informasi Terpadu KSP mencatat setidaknya ditemukan 54 berita bohong terkait penyebaran 2019-nCoV. ”Dengan adanya informasi yang menyesatkan tersebut KSP mengajak seluruh masyarakat mempercayai informasi yang disebar Pusat Informasi Terpadu secara rutin setiap harinya. Informasi tersebut bisa diakses melalui situs http://ksp.go.id/waspada-corona/,” paparnya. Terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono meminta waspada kepada masyarakat saat menerima infomasi dari pesan berantai via WhatsApp, Facebook, Twitter maupun media sosial lainnya. Pasalanya sudah ada beberapa pelaku pelaku menyebarkan hoaks terkait dengan Covid-19 di media sosial. ”Alasannya berapam dari sekadar membuat lelucon atau mengungkapkan ekspresi ketidakpuasan terhadap Pemerintah. Modus operandi para pelaku adalah iseng, bercandaan, hingga ketidakpuasan terhadap Pemerintah,” terangnya.

BACA JUGA: STIMULUS DIPATOK SERIBU TRILIUN

Siber Bareskrim Polri terus-menerus melakukan patroli siber. Pengungkapan kasus hoaks di media sosial terkait dengan Covid-19 pun terus bertambah setiap harinya. Hingga Minggu (29/3) jumlah kasus hoaks di media sosial terkait Covid-19 yang telah ditangani Bareskrim Polri dan jajaran polda se-Indonesia mencapai 51 kasus. ”Hingga saat ini, Polri melakukan penindakan sebanyak 51 kasus,” kata Argo. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni pasal 45 dan 45 A UU ITE dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman 10? tahun penjara. Agar tidak terjerat dalam ranah pidana, mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini mengimbau masyarakat untuk terlebih dahulu mengecek kebenaran informasi yang diterima di media sosial sebelum menyebarkannya kepada orang lain. ”Sekali lagi mohon agar disaring terlebih dahulu sebelum di-sharing kembali ke media sosial, seperti Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, dan WA group sehingga tidak menjadi pelaku penyebaran berita bohong atau hoaks yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain,” katanya. (riz/dim/fin/ful)
Tags :
Kategori :

Terkait