Durian Tarmidji

Minggu 11-12-2022,06:00 WIB
Reporter : Tiyo Bayu Nugro
Editor : Tiyo Bayu Nugro

Oleh Dahlan Iskan

BEGITU makan durian kali ini saya tertegun. Setelah membuka durian keempat, saya tersadar. Saya merasa bersalah. Selama ini saya terlalu memuja musangking.

Maka sejak pekan lalu itu, sejak makan durian Pontianak lagi, kesan saya pada durian musangking berubah.

Musangking memang enak sekali –di samping mahal sekali. Tapi durian Pontianak ini harusnya mengalahkan musangking. Seenak-enak musangking ya sudah, memang enak. Tapi ketika membuka musangking kedua, enaknya sama. Buka lagi yang ketiga enaknya masih sama. Pun yang keempat dan seterusnya.

Saya akhirnya tahu: di situ kelemahan musangking. Enaknya monoton.

BACA JUGA:Gunung Kawi

Bandingkan dengan durian Pontianak ini. Khususnya yang sudah diseleksi oleh pedagang ahli durian ini. Di Jalan Gajah Mada ini. Buka durian pertama enak sekali. Buka yang kedua sangat enak. Buka yang ketiga enak banget. Yang keempat hen enak. Yang kelima enak jiddan.

Enak semua. Tapi enaknya beda. Tiap buka yang baru rasanya beda. Ini tidak akan terjadi pada musangking. Enak, tapi itu-itu saja.

Berarti saya harus meralat ide lama: baiknya rasa durian di Indonesia distandarkan. Seperti di Malaysia. Jangan. Jangan diseragamkan. Musangking memang enak tapi enak yang tanpa variasi.

Berarti, yang diperlukan di Indonesia adalah seleksi. Bukan penyeragaman. Biarlah tetap bervariasi. Asal enak semua.

BACA JUGA:Tunggu Ahli

Yang membuat pembeli durian di Indonesia kecewa adalah: tidak ada kepastian rasa. Membeli durian seperti berjudi. Bisa menang, bisa kalah melulu. 

Kadang, pembeli dapat durian hambar. 

Lain kali dapat yang jalak. Yakni yang sampai biji cokelatnya kelihatan: saking tipisnya dagingnya.

Kategori :

Terkait

Selasa 30-04-2024,06:04 WIB

Dokter Spesialis

Minggu 28-04-2024,06:00 WIB

Masa Depan

Kamis 25-04-2024,06:00 WIB

Debat Perpuluhan

Rabu 24-04-2024,06:00 WIB

Jaga Hati

Selasa 23-04-2024,06:00 WIB

Politik Hati