Saat malam tiba, aroma makanan mulai menggoda, dari soto betawi, nasi goreng, bakso, hingga otak-otak ikan yang menjadi favorit pengunjung.
PIK memiliki wajah yang berbeda di setiap waktu. Pagi hari, suasananya tenang, hanya terdengar suara mesin dan aktivitas para pekerja. Menjelang sore, taman mulai ramai, dan saat malam tiba, kehidupan sosial menguasai jalanan.
Pedagang kaki lima berjejer di pinggir trotoar, lampu kios menyala, dan obrolan ringan antarwarga menciptakan suasana hangat khas kawasan industri rakyat.
Bagi sebagian orang, PIK mungkin hanya kumpulan bangunan industri kecil. Namun bagi mereka yang hidup di dalamnya, kawasan ini adalah rumah kedua, tempat bekerja, berinteraksi, sekaligus bersosialisasi.
“PIK ini seperti kampung besar. Semua saling kenal, saling bantu,” ujar Tomi (39), pemilik usaha sablon yang sudah 10 tahun menetap di sini.
“Kalau ada yang butuh bahan atau alat, tinggal panggil tetangga blok sebelah. Semua serba dekat,” tambahnya.

Kini, PIK Penggilingan terus berkembang. Beberapa bangunan industri mulai direnovasi, fasilitas publik diperbaiki, dan area hijau diperluas. Pemerintah daerah bersama pelaku usaha berupaya menjadikan kawasan ini bukan hanya sebagai sentra ekonomi rakyat, tetapi juga ruang hidup yang nyaman bagi warganya.
Ketika malam tiba, PIK menegaskan dirinya sebagai potret nyata semangat warga Jakarta Timur, bekerja keras, berjejaring, dan tetap hangat dalam kebersamaan