Balikin Bansos 41.000 Rekening Untuk Rakyat yang Berhak Menerima

fin.co.id - 15/08/2025, 15:23 WIB

Balikin Bansos 41.000 Rekening Untuk Rakyat yang Berhak Menerima

Zuli Hendriyanto Syahrin.

Ketiga, Bansos harus bisa disalurkan melalui sistem non-tunai, seperti kartu debit atau dompet digital yang terintegrasi. Hal ini akan meminimalkan praktik pemotongan dan manipulasi. Penegasan terhadap Perpres Nomor 166 Tahun 2014 tentang Sistem Bantuan Sosial harus ditegakkan tanpa kompromi, dan perlu adanya kolaborasi dengan lembaga keuangan digital untuk memastikan sistem ini berjalan efektif dan efisien.

Keempat, Aktor di balik penyelewengan bansos tidak hanya perlu dihukum, tetapi juga dikenakan sanksi pidana pencucian uang. Seluruh harta yang didapat dari praktik kotor ini harus disita untuk dikembalikan ke kas negara dan dipergunakan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.

Terapkan secara maksimal UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menjadi dasar untuk menindaklanjuti kasus-kasus penyelewengan bansos dengan sanksi yang lebih kuat.

Kelima, Pejabat atau aparat negara yang terbukti terlibat dalam penyelewengan bansos harus segera dicopot dari jabatannya dan dipecat secara tidak hormat. Penerapan disiplin harus berdasarkan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS/ASN. Selain itu, untuk pegawai non-PNS seperti pegawai BUMN, sanksi tegas harus diatur dalam peraturan internal perusahaan yang mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Keenam, Bentuk tim gabungan yang terdiri dari Kementerian terkait, PPATK, Kejaksaan Agung, KPK, Polri, BPK, BPKP untuk melakukan audit mendalam terhadap seluruh data penerima bansos dan menindaklanjuti temuan PPATK. Kerja sama ini dapat diperkuat dengan Peraturan Bersama atau Nota Kesepahaman (MoU) antara lembaga penegak hukum yang relevan, serta penguatan peran BPKP untuk audit internal yang lebih ketat.

Ketujuh, Organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan asosiasi-asosiasi manajer harus membuat kode etik yang tegas dan memberikan sanksi moral serta sanksi profesi kepada anggotanya yang terbukti menerima bansos secara tidak layak.

Peraturan internal organisasi profesi harus diperkuat dan ditegakkan, dan bisa mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan terkait lainnya yang menekankan pentingnya integritas dan etika.

Kedelapan, Pemerintah harus menggencarkan kampanye edukasi tentang pentingnya kejujuran, integritas, dan empati. Bansos harus dikembalikan pada esensi awalnya, bantuan untuk mereka yang paling membutuhkan, bukan ajang bagi kaum mampu untuk semakin serakah.

Pendidikan moral ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan formal maupun kampanye publik yang masif, sejalan dengan tujuan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sebuah Panggilan untuk Bertindak Lebih Keras

Temuan PPATK ini adalah alarm keras bagi bangsa ini. Ini bukan hanya tentang 41.000 rekening, tetapi tentang krisis moral yang lebih dalam. Bansos yang seharusnya menjadi simbol kepedulian negara, kini dinodai oleh tangan-tangan kotor yang serakah. Mereka tidak hanya mengambil uang negara, mereka mengambil kepercayaan rakyat, dan yang lebih parah, mereka mengambil harapan orang-orang yang masih terjebak dalam kemiskinan.

Dibawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, saatnya Pemerintah mewujudkan keadilan sosial, bertindak tanpa pandang bulu, dan tanpa kompromi untuk berantas mafia bansos. Kita harus membuktikan bahwa Indonesia bukan negara yang hanya pandai membuat aturan, tetapi juga negara yang berani menegakkannya.

Jika tidak, maka tragedi ini akan terus berulang, dan kita akan terus menyaksikan yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin terus tergerus oleh ketidakadilan yang merajalela. Transparansi, dan keadilan sosial harus terus digelorakan, demi masa depan Bangsa Indonesia yang lebih berintegritas dan berkeadilan.

Mihardi
Penulis