Bongkar Pasang APBN Jadi Senjata Pertumbuhan Ekonomi 8%

fin.co.id - 14/08/2025, 06:26 WIB

Bongkar Pasang APBN Jadi Senjata Pertumbuhan Ekonomi 8%

Zuli Hendriyanto Syahrin.

Oleh: Zuli Hendriyanto Syahrin

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan negara kita yang diamanatkan oleh Pasal 23 UUD 1945. Setiap tahun, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan kementerian terkait, bersama dengan DPR RI melalui Badan Anggaran (Banggar), berkolaborasi untuk membagikan uang negara.

Sayangnya, pembagiannya kadang terasa kurang optimal dan tidak selalu produktif, seringkali terperangkap dalam rutinitas yang diatur oleh UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Banyak yang berpikir bahwa anggaran besar pasti membawa kemajuan. Padahal, dana seringkali dipakai untuk kegiatan rutin yang kurang efisien.

Menurut saya, sudah saatnya kita mengejar pertumbuhan ekonomi 8% agar Indonesia bisa naik kelas dari negara berpendapatan menengah. Target ini bukan hanya angka, melainkan keinginan strategis untuk memastikan Indonesia menjadi pemain utama di kancah global.

Data Bank Dunia menunjukkan GNI per kapita kita tahun 2024 sekitar $4.910, masih jauh dari angka minimum negara maju yang mencapai $14.000. Untuk mencapai target ini, APBN harus diubah, tidak hanya sebagai pembagi uang, tetapi sebagai alat strategis.

Di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, sudah saatnya Pemerintah saat ini melalui Kemenkeu dan Kementerian terkait, bersama DPR RI dan dibantu BPI Danantara, berani mengubah cara pandang lama yang sudah mengakar kuat di UU Nomor 17 Tahun 2003.

Kita bisa menciptakan APBN baru yang memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan dampak ekonomi maksimal, mempercepat pertumbuhan ekonomi 8%. Ini bukan hanya menaikkan anggaran, tapi mengubah cara berpikir demi kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan, sejalan dengan semangat UU Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN Tahun Anggaran 2024 yang menjadi dasar pelaksanaan APBN kita saat ini.

A. Bongkar Masalah Utama Pertumbuhan Ekonomi, Mengapa Kita Tersendat?

Sebelum merombak APBN, kita harus kupas tuntas dulu berbagai tantangan yang sering menjadi penghambat dan cenderung dilindungi oleh aturan lama.

1. Ketergantungan pada Komoditas

Penerimaan negara kita masih sangat tergantung pada harga komoditas global. Pada tahun 2023, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam mencapai sekitar Rp 254,8 triliun. Angka ini sangat sensitif terhadap gejolak harga. Kondisi ini menyulitkan kita merancang kebijakan fiskal yang proaktif dan tidak terlalu terpengaruh oleh naik-turunnya harga komoditas. Kebijakan ini diawasi oleh DPR RI, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3)

2. Rasio Pajak yang Rendah

Rasio pajak kita hanya di kisaran 10-11% dari PDB, jauh di bawah rata-rata OECD (34%), Filipina (14,6%), dan Thailand (17,18%). Upaya integrasi NIK menjadi NPWP melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) belum berhasil optimal. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) hanya mengungkap aset senilai Rp 594,8 triliun, lebih kecil dari aset WNI di luar negeri yang diperkirakan jauh lebih besar. Ini adalah tantangan besar bagi Pemerintah, terutama Kemenkeu dan Pengusaha. Selain itu, kita juga harus memperhatikan bahwa kewenangan dan tanggung jawab BPK dalam mengawasi pengelolaan keuangan negara diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 15 Tahun 2004.

3. Anggaran Cenderung Dipengaruhi Kepentingan Politik

Mihardi
Penulis