Jangan Biarkan Pahlawan Devisa Berjuang Tanpa Perlindungan

fin.co.id - 06/08/2025, 23:12 WIB

Jangan Biarkan Pahlawan Devisa Berjuang Tanpa Perlindungan

Zuli Hendriyanto Syahrin. Foto: Dok Pribadi

Oleh: Zuli Hendriyanto Syahrin

Pernahkah kita benar-benar merenungkan makna di balik "Pahlawan Devisa"? Gelar ini sering diucapkan dengan bangga, seolah-olah memberikan penghargaan tertinggi kepada para Pekerja Migran Indonesia (PMI) atas kontribusi besar mereka. Namun, di balik kebanggaan itu, tersembunyi cerita memilukan yang seringkali tak terdengar. Ini adalah kisah perjuangan berat, di mana para pahlawan devisa kita kadang berjuang sendirian di negeri orang.

Menurut pandangan saya saat ini, di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, adalah momen penting bagi Pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk berintrospeksi. Bukan untuk saling menyalahkan, tetapi untuk melihat kenyataan dan menemukan jalan keluar yang lebih baik bagi saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri.

Beban Berat di Balik Gelar Pahlawan Devisa

Konstitusi kita, melalui Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, telah menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan dan perlakuan yang adil. Untuk memperkuatnya, lahirlah UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Undang-Undang ini hadir sebagai janji perlindungan bagi mereka yang bekerja di luar negeri. Namun, sering kali, janji ini terasa masih jauh dari kata terwujud.

Saat melihat data, kita menyadari betapa besarnya tantangan yang dihadapi. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) 2023 memperkirakan bahwa setiap tahunnya, ada ribuan PMI berangkat secara non-prosedural. Secara kumulatif, angkanya diperkirakan sudah mencapai 5,4 juta orang.

Angka-angka ini bukan hanya statistik. Mereka mewakili ribuan orang yang rentan, yang mungkin tidak memahami sepenuhnya risiko yang mereka hadapi. Mereka adalah anak-anak bangsa yang berangkat dengan harapan, namun sayangnya, sering kali berjuang tanpa jaring pengaman yang memadai karena sifat ilegal dari keberangkatan mereka.

Lebih dari Devisa, Ada Cerita di Baliknya

Tahun 2023, Bank Indonesia dan BP2MI menyampaikan devisa dari PMI mencapai USD 14,22 miliar, terbesar kedua setelah minyak dan gas. Angka ini sungguh luar biasa. Namun, di balik setiap dolar yang dikirimkan, ada keringat, ada air mata, dan ada kisah pengorbanan yang tak ternilai.

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pekerja Migran (KOPPMI) melaporkan bahwa sekitar 20% PMI menghadapi masalah penahanan gaji atau eksploitasi finansial, dengan kerugian rata-rata USD 500 per kasus. Sementara itu, Migrant CARE dalam laporannya 2022 mencatat kerugian akibat penipuan untuk PMI non-prosedural bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per orang.

Kisah-kisah ini seharusnya menyentuh hati kita, mengingatkan bahwa mereka bukan hanya penyumbang devisa, melainkan individu berharga yang membutuhkan perlindungan penuh dari Pemerintah Indonesia.

Ada pula kisah paling memilukan, ketika seorang PMI pulang dalam keadaan tak bernyawa. Data konsuler dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menunjukkan, rata-rata lebih dari seribu kasus kematian PMI di luar negeri terjadi setiap tahunnya. Data ini, yang konsisten dengan laporan-laporan dari lembaga lain, harus menjadi duka kita bersama. Di balik setiap kasus, ada keluarga yang kehilangan, anak-anak yang menjadi yatim, dan orang tua yang berduka.

Laporan Komnas Perempuan 2021 yang menyoroti temuan mereka dari kasus-kasus yang dilaporkan, menyebutkan bahwa sekitar 78% kasus kematian PMI perempuan di Timur Tengah dan daerah lainnya terkait dengan kekerasan fisik atau psikologis. Ini adalah seruan mendesak agar setiap nyawa PMI dilindungi. Pemerintah harus berupaya keras untuk mencari tahu apa yang terjadi dan memastikan keadilan bagi mereka yang telah tiada.

Tugas melindungi PMI adalah tugas yang besar dan kompleks, melibatkan banyak pihak. Institusi seperti Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/ BP2MI harus bekerja lebih keras dalam menghadapi tantangan ini.

Kemenlu, Antara Diplomasi dan Kenyataan Lapangan

Mihardi
Penulis