KADIN Bisa Menjadi Arsitek Perubahan Bukan Sebagai Pelengkap, Dalam Ekspor dan Impor Indonesia

fin.co.id - 02/08/2025, 17:36 WIB

KADIN Bisa Menjadi Arsitek Perubahan Bukan Sebagai Pelengkap, Dalam Ekspor dan Impor Indonesia

Zuli Hendriyanto Syahrin. Foto: Dok Pribadi

Oleh: Zuli Hendriyanto Syahrin

Pemerintah Indonesia saat ini membawa harapan besar untuk kemajuan ekonomi Bangsa, khususnya dalam perdagangan internasional. Menurut saya dalam konteks ini, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia memiliki peran penting, sesuai dengan amanat UU No.1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri.

Namun, pertanyaannya, sudahkah Kadin menjalankan perannya dengan efektif? Selama ini, mungkin Kadin sering dianggap sebagai Mitra Pemerintah yang cenderung pasif, bukan sebagai kekuatan pendorong perubahan yang berani.

Jika Kadin tidak berani bertransformasi dari sekadar "pelengkap" tetapi menjadi "arsitek" perubahan yang proaktif, kritis dan solutif, maka potensi ekonomi Indonesia, terutama di bidang ekspor dan impor, bisa terancam stagnan. Hal ini dapat membuat Indonesia terus kalah dalam persaingan global, yang bertentangan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945 yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat.

Terjebak Formalitas dan Konflik Kepentingan

Kadin mungkin sering kali terjebak dalam acara seremonial dan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang hasilnya tidak terukur. Ini terjadi mungkin karena selama ini Kadin belum berani secara vokal mengkritisi jika ada kebijakan Pemerintah yang kurang efektif dan efesien.

Kita membutuhkan Kadin sekarang yang berani menyuarakan kritikan yang membangun yang didasari data, analisis dan memberikan solusi solusi konkret, bukan Kadin yang hanya bertemu dengan para pejabat, setelah itu mungkin tidak ada tindak lanjutnya.

Ekspor dan Hilirisasi

Kadin seharusnya lebih vokal mengkritisi kebijakan yang masih fokus pada ekspor bahan mentah. Contohnya, Kadin bukan hanya mendesak percepatan hilirisasi nikel menjadi produk akhir bernilai tinggi seperti baterai kendaraan listrik, tetapi juga mendesak percepatan hilirisasi terhadap sumber daya alam lain di berbagai daerah di Indonesia.

Upaya ini sejalan dengan Pasal 170A UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang diperkuat oleh UU No.2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satu tujuannya adalah penyesuaian untuk hilirisasi.

Birokrasi dan Logistik

Kadin juga harus menyoroti birokrasi perizinan yang masih rumit dan biaya logistik yang mahal. Meskipun Pemerintah mengklaim telah menurunkan biaya logistik dari 24% menjadi sekitar 14,29% dari PDB (Bappenas, 2023), angka ini masih lebih tinggi dari negara pesaing. Kondisi ini melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

Kadin memiliki akses ke data riil di lapangan, yang bisa digunakan untuk menegaskan kepada Pemerintah agar membuat kebijakan yang pro-bisnis, sesuai dengan Pasal 21 UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Hal ini juga sejalan dengan PP No.28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang mencabut PP sebelumnya dan bertujuan menyederhanakan perizinan untuk kemudahan berusaha.

Konflik Kepentingan Impor

Mihardi
Penulis