Opini . 25/04/2025, 21:07 WIB
Saya terpaku beberapa saat. Empanada hangat – sejenis roti isi mirip pastel – yang baru saja saya beli, terjatuh dari genggaman. Selang beberapa detik saya tersadar. Saya kembali berjalan ke arah kampus. Di depan kampus, bendera Prancis dikibarkan setengah tiang. Sebagai informasi, universitas ini terkenal sebagai kampus favorit bagi mahasiswa Prancis, terutama bagi mereka yang ingin belajar bahasa Spanyol.
Bendera Prancis setengah tiang itu ternyata tanda duka untuk 130 orang yang tewas akibat serangan teroris di Paris serta Saint-Denis, Prancis, pada 13 November 2015. Pelakunya adalah Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) – sebuah kelompok radikal yang menyalahgunakan nama Islam.
Akhirnya saya menyadari bahwa mahasiswa yang menegur saya tadi pasti mengira bahwa identitas keislaman yang saya kenakan, yakni jilbab, adalah identitas yang serupa dengan identitas para teroris tersebut. Saya sedih. Ada rasa penyesalan mengapa saya tidak sigap menjawab pertanyaan pemuda tadi. Ketika itu lidah rasanya kaku dan terkunci. Ah, lagipula dia begitu cepat beranjak.
Hari itu saya merasa dihujani tatapan takut, sinis, dan curiga. Semua ini membuat saya merasa tidak nyaman. Meski demikian, saya berusaha menjalankan aktivitas seperti biasa.
Sorenya, masih di hari yang sama, dua mahasiswi menghampiri saat saya duduk belajar di biblioteca. Saya tahu mereka sudah mengamati selama beberapa menit sebelum akhirnya menghampiri. Dengan nada pelan nyaris berbisik, salah satu di antaranya bertanya, “What kind of Islam are you? Sunni or Syiah?”
Meski terkejut dengan pertanyaan itu, saya tidak ingin kejadian pagi terulang lagi. “What do you mean? I am just a muslim, not Sunni or Syiah.” Saya menjawab sambil tersenyum.
Singkat cerita, kedua mahasiswi itu pun makin antusias bertanya tentang Islam yang kuanut. Mereka juga bertanya mengapa “Islam” yang ditampilkan ISIS berwajah mengerikan. Saya lantas berbagi pandangan sebatas kapasitas dan sudut pandang saya. Saya menjelaskan, bahwa Islam yang saya yakini adalah Islam yang rahmatan lil ‘alamin; Islam yang hadir di tengah kehidupan untuk mewujudkan kedamaian dan kasih; Islam yang menebarkan cinta bukan hanya untuk sesama manusia, tapi juga untuk semua makhluk Tuhan.
Dengan demikian, dalam pandangan saya, apa yang dilakukan ISIS dengan aksi terornya, bukanlah Islam, meski mereka menggunakan atribut dan simbol yang lekat dengan dunia Islam. Islam sejatinya tidak membenarkan tindakan penghinaan atas kemanusiaan dalam bentuk apa pun, apalagi dengan mengatasnamakan agama, termasuk Islam. Tindakan ISIS adalah salah satu bentuk penghinaan terburuk terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Islam juga bukan persoalan atribut atau simbol tertentu. Islam adalah tentang hati dan perilaku manusia. Jilbab, misalnya, merupakan atribut yang menandakan bahwa perempuan tersebut memeluk agama Islam. Namun, jilbab belum tentu menandakan bahwa sang pemakai memiliki perilaku islami. Semua ini saya jelaskan ke mereka. Saya kemudian berteman baik dengan keduanya selama di Bogota.
**
“¿Cómo está?” sapaan itu menarik saya kembali. Sapaan hangat ini datang dari seorang wanita tua, yang duduk di sebelah saya. Ibadah tampaknya sudah usai.
“Bien, gracias,” jawabku dengan bahasa Spanyol seadanya. Tidak lupa aku sisipkan senyum terbaik.
Dia balas tersenyum, lalu menawarkan sebotol air mineral. Bisa jadi dia melihat saya masih pucat kelelahan. Tak lama, dia berpamitan pergi.
Saya membuka botol air itu dan meneguknya hingga dahaga hilang. Berangsur energi saya pulih. Sebenarnya, saya sudah bisa kembali berjalan dan pulang ke apartemen. Namun kaki masih enggan beranjak dari kursi. Saya kembali memandangi lilin-lilin yang menyala hangat di altar gereja. Cahayanya yang begitu syahdu kembali mengantarkan saya masuk ke perenungan yang lebih dalam.
Saya merasa masuk ke sebuah ruangan penuh cermin. Di hadapan cermin-cermin itu saya memandang lekat-lekat diri saya, yang tengah mengenakan jilbab. Saya mempertanyakan diri sendiri. Apakah selama ini saya sudah cukup berperilaku islami? Ataukah jilbab di kepala saya ini hanya untuk menunjukkan bahwa saya muslim?
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com