fin.co.id - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan poin-poin penting dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Salah satu tujuannya adalah menyesuaikan aturan dengan KUHP baru, tanpa mengubah tugas utama aparat penegak hukum.
"Polisi tetap sebagai penyidik utama, jaksa sebagai penuntut tunggal. Namun, KUHAP baru membawa banyak perbaikan, terutama dalam penerapan prinsip restoratif, restitutif, dan rehabilitatif," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Kamis, 20 Maret 2025.
Pencegahan Kekerasan dalam Proses Hukum
Salah satu aspek penting dalam revisi ini adalah pencegahan kekerasan selama proses pemeriksaan. RKUHAP mengatur penggunaan CCTV dan perekaman dalam ruang tahanan serta selama proses pemeriksaan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi pelanggaran hak asasi manusia.
Peran Advokat Diperkuat
RKUHAP juga memberikan advokat hak lebih besar dalam mendampingi klien. Jika sebelumnya advokat hanya dapat mencatat dan mendengar selama pemeriksaan, kini mereka bisa menyampaikan keberatan jika terjadi intimidasi terhadap tersangka atau saksi. Selain itu, advokat kini juga diperbolehkan mendampingi saksi dan korban, bukan hanya tersangka.
Restorative Justice dalam Proses Hukum
Revisi KUHAP ini juga memperkuat penerapan restorative justice, yang mengutamakan pemulihan korban dibandingkan dengan hukuman pidana bagi pelaku. Hal ini memungkinkan kasus-kasus tertentu diselesaikan melalui kesepakatan antara korban dan pelaku tanpa harus melalui proses pengadilan yang panjang.
Sebagai contoh, kasus ringan seperti pencurian kecil yang sebelumnya harus berlanjut hingga persidangan kini dapat diselesaikan dengan mediasi dan kesepakatan antara korban dan pelaku.
Perlindungan Hak Kelompok Rentan
RKUHAP juga mengatur perlindungan khusus bagi kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia dalam proses hukum. Tujuannya adalah memastikan mereka mendapatkan perlakuan yang adil dan hak-haknya tetap terjaga.
Baca Juga
Perbaikan Syarat Penahanan
Dalam KUHAP lama, penahanan seseorang sering didasarkan pada kekhawatiran subjektif penyidik, seperti potensi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. RKUHAP kini memperketat aturan tersebut dengan mewajibkan adanya bukti permulaan yang konkret sebelum seseorang dapat ditahan.
Dengan berbagai revisi ini, diharapkan sistem hukum di Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.(Anisha Aprilia)