Namun, realisasi anggaran selama 2022-2024 menunjukkan bahwa IKN masih sangat bergantung pada APBN, sementara kontribusi KPBU dan BUMN/BUMD jauh di bawah ekspektasi.
Jika tren ini terus berlanjut, maka beban fiskal negara akan semakin besar, dan proyek ini bisa menjadi sumber defisit anggaran yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini.
Jika memang pembangunan IKN tidak sesuai dengan rencana awal, maka lebih baik mengubah fungsinya menjadi kawasan ekonomi khusus atau proyek lain yang lebih realistis dan berkelanjutan.
Sudah saatnya pemerintah menempatkan kepentingan negara di atas ambisi politik dan proyek mercusuar.
IKN harus menjadi proyek yang benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat luas, bukan hanya menjadi simbol kebanggaan yang justru membebani keuangan negara dalam jangka panjang.
Penambahan anggaran IKN sebesar Rp8,1 triliun di tengah pemangkasan anggaran kementerian menunjukkan bahwa pemerintah masih sangat bergantung pada APBN untuk proyek ini.
Baca Juga
Padahal, sejak awal, skema pendanaan IKN seharusnya mengutamakan KPBU dan investasi swasta/BUMN, yang faktanya hingga kini masih sangat rendah.
Dalam kondisi ekonomi saat ini, kebijakan ini bisa dikatakan kurang tepat, karena ada banyak sektor lain yang lebih membutuhkan alokasi dana daripada proyek infrastruktur yang masih jauh dari tahap operasional. Dampak fiskal dari tambahan anggaran ini juga bisa memperburuk defisit APBN, terutama jika investasi swasta tetap tidak terealisasi sesuai target.
Ke depan, pemerintah harus memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran IKN. Jika tren ketergantungan pada APBN terus berlanjut, maka ada baiknya dilakukan evaluasi ulang terhadap proyek ini, termasuk kemungkinan mengubah konsep IKN menjadi kawasan ekonomi khusus atau proyek yang lebih realistis dan tidak membebani APBN dalam jangka panjang.