fin.co.id - Topan Dikeledi telah menyebabkan tiga orang meninggal dunia di Madagaskar pada Selasa 14 Januari 2025. Peristiwa ini menimbulkan dampak besar bagi masyarakat setempat yang menghadapi cuaca ekstrem.
Selain korban jiwa, sebanyak 5.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Informasi ini disampaikan oleh Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) Afrika serta Kantor Nasional Penanganan Risiko dan Bencana (BNGRC).
“Topan Tropis Dikeledi telah kembali dan sekarang bergerak menuju barat daya Madagaskar setelah melintasi Selat Mozambik. Meskipun tidak diharapkan berdampak langsung, kondisi cuaca diperkirakan akan memburuk. Laporan mencatat 3 kematian dan 5.216 orang terdampak,” kata IFRC dalam sebuah pernyataan dilansir dari Anadolu.
Sebelum mencapai Madagaskar, Topan Dikeledi melintas di dekat Mayotte, wilayah luar negeri Prancis, yang menyebabkan peringatan merah dikeluarkan.
Warga diminta untuk tetap di rumah oleh pihak berwenang, meskipun topan tersebut hanya menyebabkan kerusakan kecil saat bergerak ke selatan pulau. Wilayah itu mengalami banjir ringan dan beberapa gangguan, tetapi sebagian besar infrastruktur tetap utuh.
Dalam pernyataannya, IFRC menyatakan bahwa mereka, bersama tim Palang Merah setempat, terus memantau situasi dengan seksama seiring dengan pergerakan badai menuju barat daya Madagaskar.
Masyarakat yang berada di jalur lintasan badai diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti pedoman keselamatan demi mengurangi risiko yang mungkin terjadi.
Baca Juga
Dampak Topan Dikeledi ini muncul kurang dari satu bulan setelah Topan Chido melanda kawasan tersebut, mengakibatkan kerusakan parah di Mayotte dan sebagian wilayah Madagaskar.
Topan Chido menghantam Mayotte pada 14 Desember 2024, menyebabkan kerusakan besar dengan korban jiwa sebanyak 35 orang, 2.500 lainnya terluka, dan sekitar 100.000 orang terpaksa mengungsi, menurut laporan otoritas setempat.
Ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi Mayotte setelah Topan Chido, pihak berwenang menyampaikan bahwa kerusakan infrastruktur yang signifikan sangat menghambat upaya penyelamatan dan bantuan. Mereka juga memperingatkan potensi meningkatnya jumlah korban karena kesulitan akses ke wilayah terdampak. (*)