Cerita Pedagang Bakso Gunung Buat Jalan 5,5 Km di Malang

fin.co.id - 05/01/2025, 22:13 WIB

Cerita Pedagang Bakso Gunung Buat Jalan 5,5 Km di Malang

Suwadi atau Sam Ferry bersama istri Sri Asmani, pedagang bakso Batam yang viral bangun jalan di Malang, Jawa Timur, berbagi cerita dengan wartawan salah satu gerainya di Kota Batam, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2025). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Usaha bakso dipilih karena kegemaran, dan kebetulan kampung halamannya terkenal dengan kuliner Bakso Malang.

Sejak usia 16 tahun memilih bekerja menafkahi diri, Ferry tak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, lantaran tak punya biaya. Hidup sebagai anak petani miskin, tumbuh bersama enam saudara lainnya yang juga tak tamat SMA.

Karena tidak memiliki keterampilan, Ferry bekerja sebagai buruh cangkul di kampung halaman dengan upah Rp700 per hari. Pekerjaan itu dilakoninya selama beberapa bulan.

Ketika ada teman yang mengajaknya bekerja jualan bakso di Kuningan, Jawa Barat, Ferry hijrah dan memulai pekerjaan menjadi penjual bakso pikul. Ketika itu, dia sehari berjalan kaki keliling dari perumahan ke perumahan lain.

Pekerjaan menjual bakso pikul keliling kampung disukainya, karena sehari bisa menghasilkan Rp3.000 dari upah bagi hasil jualan.

Pendapatan ini empat kali lipat dari penghasilan sebelumnya sebagai buruh cangkul. Dia pun bertahan sampai enam bulan.

Hingga menjelang usia 20 tahun, Ferry mencoba kesempatan baru, yakni jualan bakso gerobak di Bali. Tepatnya di Jimbaran, selama dua tahun dia mendorong gerobak sejauh 4 km Jimbaran-Nusa Dua Bali, menjajakan bakso di komplek-komplek perumahan.

Sesuai prediksinya, pendapatan di Bali jauh lebih besar dibanding di Kuningan, Jawa Barat, sehari ia mampu mengumpulkan uang yang cukup hingga bisa menabung buat modal usaha.

“Di Bali kan banyak perantau juga, orang-orang Jawa juga banyak. Apalagi penjual bakso tak banyak di sana.” katanya antusias.

 

Merintis usaha

Selama berjualan, Ferry memperluas jaringan dan informasinya, yang terfikir adalah bagaimana membangun usaha bakso miliknya.

Dari pergaulan sesama perantau Jawa, Ferry muda mendengar informasi tentang Batam, kota industri yang memiliki kemitraan Sijori (Singapura, Johor dan Riau) tempat perdagangan bebas.

Kala itu ada yang bertanya padanya, apakah dia punya keterampilan, kalau ada lebih baik bekerja di Batam dengan penghasilan lumayan sebagai buruh pabrikan. Ferry sadar tak punya keterampilan, keahliannya cuma satu jualan bakso.

Informasi tentang Batam membuatnya tertarik untuk mencoba peruntungan memulai usaha bakso miliknya sendiri. Sembari mendengarkan berita dari radio tentang Sijori (Singapura-Johor dan Riau), Ferry yakin bisa membangun mimpi.

Tahun 1992 berangkatlah ia ke Batam, menggunakan jalur darat, dari Bali ke Merak-Bakauheni, hingga sampai Pekanbaru, lalu baik bus lagi ke Dumai.

Di Pekanbaru dia sempat ditawarkan bekerja, namun Ferry keukeuh tetap ke Batam, untuk memulai usaha jualan bakso miliknya sendiri, tak lagi jadi pekerja dengan orang lain.

Dia pun berangkat berdua bersama rekannya, keduanya pun merintis usaha bersama menjadi penjual bakso keliling menggunakan gerobak. Bermodal Rp900 ribu yang ditabung hasil kerja dua tahun jualan bakso di Bali.

Khanif Lutfi
Penulis