fin.co.id - Jalan raya dan jembatan adalah infrastruktur yang menjadi saksi pertumbuhan bangsa Indonesia. Selain menjadi urat nadi perekonomian juga memberikan andil dalam pembangunan ke seluruh pelosok Nusantara.
Sederet ruas jalan dan jembatan di negeri kita telah menjadi ikon kebanggaan bangsa. Contohnya Jembatan Semanggi, di Ibu Kota Jakarta. Pembangunannya diinisiasi Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Ir Sutami, dan diresmikan Gubernur Jakarta Soemarno Sosroatmodjo pada 19 Juli 1962.
Inilah jembatan nasional pertama yang menerapkan teknologi beton pratekan, dan dibangun khusus saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV (24 Agustus 4 September 1962).
Konstruksi Jalan Raya Indonesia Diakui Dunia
Itu baru sepenggal kisah tentang ruas Semanggi. Masih banyak jembatan dan jalan raya di Indonesia bernilai historis, sarat teknologi, serta menjadi bagian dari perjalanan bangsa.
Seperti Jagorawi sebagai cikal bakal perkembangan jalan tol di Indonesia, di mana Ir Sutami pada 9 Januari 1970 mengusulkan pembangunan Djakarta By Pass dari Cililitan ke Ciawi sepanjang 50 km kepada Presiden Soeharto. Gagasan direalisasikan tiga tahun kemudian, melalui kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat. Dana mencapai USD 10.371.648 dari Indonesia dan USD 22.835.329 dari Amerika Serikat.
Inisiatif pembangunan jalan dari Jakarta ke Bogor dan Ciawi itu sejatinya mengemuka pada 1955 dari Walikota Jakarta, Raden Sudiro. Namun berkaitan dengan kemampuan keuangan pemerintah, maka saat itu belum ditanggapi serius dari pemerintah provinsi mau pun pusat.
Presiden Soeharto meresmikan Jalan Tol Jagorawi pada 9 Maret 1978, sebagai jalan tol pertama di Indonesia.
Baca Juga
Kemudian Indonesia juga memiliki jalan nasional pertama yang menggunakan pondasi Konstruksi Cakar Ayam. Yaitu Jalan Tol Prof. Dr. Sedyatmo yang menghubungkan Pluit – Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng, diresmikan Presiden Soeharto pada 28 Maret 1985.
Konstruksi Cakar Ayam adalah hasil penemuan Prof. Dr. Sedyatmo pada 1962 saat memimpin proyek pembangunan tujuh menara listrik di daerah berawa kawasan Ancol. Karya ini mendapatkan pengakuan secara global dan telah memperoleh hak paten internasional dari beberapa negara, seperti Indonesia, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Belanda, sampai Denmark.
Selanjutnya Jalan Tol Layang Wiyoto Wiyono–dinamai sebagai bentuk penghargaan kepada mantan Kepala Sub Direktorat Perencanaan Jalan Kota Direktorat Jenderal Bina Marga sekaligus teknisi pembangunan jalan yang meninggal saat menjalankan tugas. Jalan Tol Layang Cawang – Tanjung Priok yang disebut sebagai Cawang Interchange ini dibangun pada 1987 dan diresmikan Presiden Soeharto pada 9 Maret 1990.
Pembangunan jalan layang sepanjang 15,66 km yang menghubungkan Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit itu dijalankan PT Citra Marga Nusaphala Persada, sebuah konsorsium dari tujuh perusahaan swasta nasional. Terdiri dari PT Lamtorogung Persada, PT (persero) Hutama Karya, PT Pembangunan Jaya, PT Indocement, PT Yala Perkasa Internasional, PT Krakatau Steel, dan Yayasan Bank Dagang Negara.
Jalan layang ini menyandang reputasi sebagai jalan layang terpanjang di Asia pada masanya, dengan mengusung teknologi baru Sistem Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH) yang kondang disebut Konstruksi Sosrobahu.
Teknologi ini diciptakan Tjokorda Raka Sukawati, alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) kelahiran Ubud, Bali. Berdasarkan hitungan eksak, teknologi konstruksi Sosrobahu mampu bertahan sampai satu abad atau 100 tahun.
Konstruksi Sosrobahu asal Indonesia ini telah diterapkan di banyak negara. Seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Kemudian Jepang memberikan hak paten pada 1992. Sementara dari dalam negeri Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek memberikan paten pada 1995.
Selain aplikasi teknologi tinggi dari ruas-ruas jalan tadi, sudah lebih dari setengah abad Indonesia memiliki jembatan ikonik yang menjadi destinasi wisatawan domestik dan mancanegara. Yaitu Jembatan Ampera.