Soft Loan Rp 10,4 Triliun dari World Bank Tunggu Persetujuan Sri Mulyani, Menteri Nusron: Untuk Program One Map Policy

fin.co.id - 29/11/2024, 18:52 WIB

Soft Loan Rp 10,4 Triliun dari World Bank Tunggu Persetujuan Sri Mulyani, Menteri Nusron: Untuk Program One Map Policy

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid (Sigit Nugroho/FIN)

fin.co.id - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah menunggu tanda tangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menuntaskan kesepakatan pinjaman lunak senilai 658 juta dolar AS atau sekitar Rp 10,4 triliun dari Bank Dunia (World Bank).

Pinjaman ini, yang bertujuan untuk mendukung program kebijakan satu peta atau one map policy, menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tata ruang dan pertanahan di Indonesia.

Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, dalam sebuah kesempatan berbincang dengan media di Kantor Kementerian ATR/BPN pada Kamis, 28 November 2024, menjelaskan bahwa pinjaman tersebut sudah mencapai tahap akhir persetujuan dan tinggal menunggu tanda tangan dari Sri Mulyani.

“Soft loan 658 juta dolar AS sudah sampai tahap menanti tanda tangan Bu Menkeu (Sri Mulyani),” ujar Nusron, menambahkan bahwa pihaknya telah merencanakan pertemuan dengan berbagai instansi terkait, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Bank Dunia untuk membahas langkah selanjutnya.

Peran Penting Pinjaman Lunak dalam Percepatan Kebijakan Satu Peta

Pinjaman lunak ini sangat penting untuk mendukung percepatan program one map policy, sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan satu peta tunggal yang dapat digunakan oleh berbagai lembaga negara untuk mengatur pemanfaatan ruang dan sumber daya alam.

Program ini diharapkan dapat mempermudah proses pengurusan Perjanjian Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR), yang sering kali menjadi hambatan dalam pembangunan dan pengelolaan wilayah.

Kebijakan satu peta sendiri adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih data pertanahan dan tata ruang yang telah menjadi isu lama di Indonesia.

Nusron Wahid menuturkan bahwa kebijakan ini diharapkan bisa mempercepat proses administrasi dan memastikan pemanfaatan lahan yang lebih efektif dan sesuai dengan peraturan yang ada.

Dengan adanya peta yang terintegrasi dan akurat, semua pihak yang terlibat dalam perencanaan dan pembangunan dapat menggunakan data yang sama, yang pada akhirnya akan mengurangi kesalahan dan konflik terkait pemanfaatan lahan.

Optimisme Pemerintah dalam Penyelesaian Program

Meskipun persetujuan dari Kementerian Keuangan masih menunggu, Nusron Wahid menunjukkan optimisme bahwa masalah ini akan segera selesai.

Ia menjelaskan bahwa pertemuan dengan Sri Mulyani dan instansi terkait sudah direncanakan sebelumnya, meskipun terhambat oleh gelaran Pilkada yang mengganggu jadwal pembahasan.

"Janjinya pekan ini, tapi karena ada Pilkada belum sempat. Mungkin minggu depan, kita akan jadikan bahas masalah itu," tambah Nusron.

Ia juga menegaskan bahwa pembicaraan antara Kementerian ATR/BPN dan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berlangsung dengan baik, dan mereka telah membicarakan bagaimana program ini dapat dilaksanakan dengan efisien.

"Optimistis masalah ini akan segera selesai karena sudah dibicarakan bersama Sri Mulyani," ucapnya.

Dampak Ekonomi dari Program One Map Policy

Selain mendukung efisiensi administrasi tata ruang, program one map policy juga diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.

Sigit Nugroho
Penulis