fin.co.id - Pekan ini, hubungan antara China dan Filipina semakin memanas setelah Manila mengumumkan rencana untuk mempermanenkan penempatan rudal berkemampuan jarak menengah "Thyphon" yang dikirim oleh Amerika Serikat. Langkah ini mendapat kecaman keras dari Beijing yang menilai keputusan tersebut dapat memperburuk ketegangan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.
Beijing Kecam Keras Rencana Filipina
Dalam sebuah konferensi pers pada Kamis, 14 November 2024, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengungkapkan penolakan tegas terhadap rencana Filipina untuk menjadikan penempatan rudal "Thyphon" buatan Amerika sebagai langkah permanen di negara tersebut. China menilai keputusan ini sebagai tindakan provokatif dan berbahaya yang dapat memicu konfrontasi regional serta perlombaan senjata.
"Mengenai penempatan sistem rudal 'Mid-Range Capability' (MRC) dari AS di Filipina, kami telah menyatakan penolakan kami lebih dari sekali," tegas Lin. Ia juga menambahkan bahwa penempatan sistem rudal ini berpotensi menciptakan ketegangan yang lebih besar antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang menurutnya justru membutuhkan perdamaian dan kemakmuran, bukan sistem senjata yang memicu konfrontasi.
China menganggap langkah Filipina ini sebagai sebuah kesalahan besar yang dapat mengancam keamanan regional. "Langkah ini sangat tidak bertanggung jawab terhadap rakyat Filipina dan seluruh rakyat Asia Tenggara," ujar Lin Jian lebih lanjut. Ia mengingatkan bahwa keputusan Manila untuk melibatkan negara pihak ketiga dalam penempatan senjata strategis dapat memperburuk ketegangan di kawasan yang sudah sangat sensitif.
Baca Juga
- Ketegangan dengan China Meningkat, Filipina Ancam Kirim Kapal Perang ke LCS
- Keberadaan Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan Ali Mahmoud Abbas Belum Diketahui
Konteks Ketegangan yang Meningkat
Rencana Filipina untuk mempermanenkan penempatan rudal "Thyphon" datang di tengah ketegangan yang meningkat antara Beijing dan Manila terkait sengketa wilayah Laut China Selatan. Selama ini, kawasan ini telah menjadi titik panas perselisihan teritorial, dengan China mengklaim hampir seluruh wilayah tersebut, yang juga diklaim oleh sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Filipina.
Penempatan sistem rudal "Thyphon" di Filipina pada April 2024 sebagai bagian dari latihan militer gabungan AS-Filipina sempat menambah ketegangan. Meskipun rudal-rudal tersebut tidak diluncurkan selama latihan, mereka tetap berada di Filipina utara, dekat dengan Laut China Selatan dan Selat Taiwan, yang merupakan wilayah strategis yang sangat sensitif bagi China.
Dalam wawancaranya, Menteri Pertahanan Filipina, Gilbert Teodoro Jr, menyatakan bahwa Manila tengah mempertimbangkan untuk memperoleh peluncur rudal jarak menengah tersebut secara permanen. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa sistem rudal tersebut tidak akan segera ditarik dari Filipina.
Kemampuan dan Ancaman Rudal "Thyphon"
Rudal "Thyphon" adalah sistem rudal canggih buatan Lockheed Martin yang mampu meluncurkan berbagai jenis pencegat dan senjata presisi tinggi, termasuk Rudal Standar-6 (SM-6) dan Tomahawk, yang masing-masing memiliki jangkauan lebih dari 240 km dan hingga 2.500 km.
Dengan kemampuan jarak jauh ini, rudal "Thyphon" dapat digunakan untuk mencegat pesawat terbang, rudal balistik, serta ancaman dari angkatan laut, bahkan di wilayah Laut China Selatan yang dekat dengan Hainan, provinsi di China yang menjadi pusat ketegangan.
Baca Juga
- Rezim Baath Suriah Runtuh, Warga Robohkan Patung Hafez al-Assad
- Krisis Kemanusiaan yang Mendalam: Serangan Israel di Gaza Mengguncang Dunia! Jumlah Korban Tewas Tembus 44.600 Jiwa
Penempatan rudal ini juga menambah kompleksitas persaingan militer di kawasan Indo-Pasifik. Berdasarkan kemampuannya, sistem rudal ini tidak hanya memiliki potensi untuk mencegat ancaman udara, tetapi juga dapat digunakan untuk menanggulangi rudal balistik, termasuk rudal balistik anti-jelajah (ACBMS), yang bisa membahayakan keamanan nasional China, terutama di wilayah Laut China Selatan dan Selat Taiwan.
Respon Filipina: Keputusan yang Berdasarkan Kedaulatan Nasional
Pemerintah Filipina membela keputusan ini dengan menyatakan bahwa negara mereka berhak memperoleh sistem pertahanan modern yang diperlukan untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional, terutama di tengah ancaman yang berkembang di Laut China Selatan.
Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Eduardo Ano, menegaskan bahwa tidak ada jadwal yang jelas untuk penarikan sistem rudal "Thyphon" dari negara tersebut. "Kami akan terus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memperkuat pertahanan negara, dan sistem rudal ini adalah bagian dari upaya tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. belum memberikan pernyataan resmi mengenai keputusan ini, meskipun telah diketahui bahwa Filipina telah mempererat hubungan pertahanan dengan Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir melalui berbagai kesepakatan militer, termasuk Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) yang memungkinkan peningkatan kehadiran militer AS di Filipina.
Meningkatnya Ketegangan dalam Dinamika Geopolitik
Keputusan Filipina ini juga menggarisbawahi peran penting yang dimainkan oleh Amerika Serikat dalam menjaga stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. Dengan semakin intensifnya kehadiran militer AS di Filipina, yang terletak di posisi strategis antara Laut China Selatan dan Selat Taiwan, negara tersebut menjadi titik kunci dalam persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan China.
Namun, langkah Filipina untuk mengizinkan penempatan rudal jarak menengah di wilayah mereka memunculkan kekhawatiran akan terjadinya eskalasi lebih lanjut dalam ketegangan antara Beijing dan Washington, serta dampaknya terhadap negara-negara di kawasan tersebut.
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq