fin.co.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersiap memblokir aplikasi belanja online asal Tiongkok, Temu, dengan alasan utama bahwa platform ini berpotensi merusak kelangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia.
Keputusan ini dianggap langkah drastis untuk melindungi pasar lokal dari serbuan produk impor yang merugikan usaha kecil.
Menteri Kominfo, Budi Arie, dengan tegas menyatakan bahwa Temu, yang menghubungkan langsung produsen di luar negeri dengan konsumen, mengancam ekosistem bisnis Indonesia.
“Kalau Temu itu jelas menghancurkan UMKM kita,” ungkap Budi Arie dalam konferensi pers di Kantor Kominfo, Rabu, 9 Oktober 2024.
Pernyataan ini mengangkat pertanyaan penting: apakah langkah pemerintah ini benar-benar demi melindungi UMKM, atau adakah kepentingan lain yang tidak terlihat di balik kebijakan ini?
Ancaman atau Peluang?
Seperti yang diketahui, aplikasi Temu memungkinkan konsumen untuk membeli produk langsung dari pabrik di Tiongkok, memotong jalur distribusi tradisional dan mempercepat pengiriman barang dengan harga yang lebih murah.
Model bisnis ini tentu saja memikat banyak konsumen Indonesia yang sensitif terhadap harga, namun di sisi lain, UMKM lokal bisa merasa terpinggirkan karena tak mampu bersaing dengan harga murah dan akses yang luas dari produk impor.
Baca Juga
Namun, apakah solusi memblokir Temu adalah jawaban terbaik? Beberapa pihak mengkritik bahwa langkah pemblokiran ini terlalu ekstrem, terutama di era globalisasi yang menuntut pelaku usaha, termasuk UMKM, untuk lebih inovatif dan kompetitif.
Bukankah lebih baik bagi UMKM untuk merespons dengan strategi yang lebih cerdas, ketimbang bergantung sepenuhnya pada perlindungan regulasi?
Kewajiban Pendaftaran PSE: Celah yang Dipakai?
Salah satu alasan teknis yang digunakan Kominfo untuk memblokir Temu adalah karena platform tersebut belum mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia.
Menurut aturan yang berlaku, seluruh penyedia layanan digital diwajibkan mendaftarkan sistemnya kepada pemerintah sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi dalam negeri.
Namun, pertanyaan yang timbul adalah: Apakah Temu diincar hanya karena belum terdaftar? Banyak aplikasi lain yang juga belum memenuhi kewajiban PSE namun tidak mendapat perhatian sebesar ini.
Ini menimbulkan kecurigaan bahwa Temu mungkin dijadikan kambing hitam untuk melindungi kepentingan lain, baik itu UMKM besar atau bahkan pemain lokal besar yang takut tersaingi oleh keberadaan platform internasional ini.
Strategi Pemerintah: Perlindungan atau Penghambat Inovasi?
Keputusan ini juga memperlihatkan dilema yang dihadapi pemerintah dalam era digital saat ini. Di satu sisi, melindungi UMKM sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia adalah hal yang krusial. Namun, di sisi lain, pembatasan terhadap inovasi dan teknologi asing dapat dianggap sebagai bentuk proteksionisme yang menghambat kompetisi sehat.
Pemerintah perlu menyeimbangkan antara menjaga kesejahteraan pelaku usaha lokal dan membuka akses bagi konsumen terhadap pilihan yang lebih luas.