FIN.CO.ID- Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, oknum anggota polisi yang menembak debt collector dengan senjata api harus diberikan sanksi tegas.
Rukmintao menilai, apa yang dilakukan oleh oknum polisi yang bernisial Aiptu FN itu arogan dan tak bisa dibiarkan.
"Arogansi personel seperti itu tak bisa dibiarkan. Harus ada sanksi disiplin dan etik pada personel tersebut," kata Bambang dilansir dari Antara, Selasa 26 Maret 2023.
Menurut Bambang, perbuatan Aiptu FN sebagai bentuk arogansi anggota kepolisan, palaku juga harus dihumum dengan sanksi pidana.
BACA JUGA:
- Koboi Viral di Mampang Prapatan Akhirnya Ditangkap Polisi
- Begini Pengakuan Aiptu FN, Polisi Polda Sumsel yang Tembak dan Tusuk Debt Collector: Panik Mobil Diambil Paksa
"Selain sanksi internal terkait pelanggaran disiplin dan etik, sesuai prinsip semua orang sama di mata hukum, harus ada sanksi pidana pada personel yang sudah membahayakan masyarakat," katanya.
Apalah menurut Bambang, oknum polisi itu menggunakan fasilitas negara untuk melukai masyarakat.
"Apalagi menggunakan fasilitas negara yakni senjata api untuk menembak anggota masyarakat yang lain, terlepas bahwa korban juga melakukan perbuatan yang tak menyenangkan," ujarnya.
Walaupun yang mendapat penganiayaan adalah anggota debt collector atau penagih utang yang sebagai masyarakat juga dirugikan dengan cara-cara yang dilakukannya. Menurut Bambang, tindakan yang dilakukan Aiptu FN tidak mencerminkan tugas dan fungsi personel Polri.
BACA JUGA:
- Modus Baru Penyelundupan Kokain Cair, Gunakan Botol Shampo, Polisi: Tersangka WN Portugal
- Polisi Bakal Periksa Pedangdut Tisya Erni Terkait Kasus Dugaan Perzinaan Pekan Depan
"Benar (debt collector juga salah), tugas polisi sebagai penegak hukum itu melakukan penyelidikan dan penyidikan, bukan menjadi hakim atau main hakim sendiri," katanya.
Bambang menyebut, arogansi personel Polri tidak hanya terjadi di Lubuk Linggau saja, tapi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Polda Sumatera Utara menangkap Ketua Komunitas MA Ompu Umbak Siallagan (65), atas dugaan penguasaan lahan PT Toba Pulp Lestari atau TPL 23 Maret 2024.
Penangkapan Umbak Siallagan dilakukan dengan upaya paksa karena ada upaya menghalangi dari pihak keluarga.
Bambang menyebut perilaku tersebut juga tidak bisa dibenarkan. Penangkapan seseorang harus dengan SOP yang benar, seperti memberikan surat penangkapan resmi kepada saksi Ketua RT, atau keluarga dan menghargai hak asasi manusia yang melekat pada semua orang.
"Tanpa ada surat resmi dari kepolisian yang diberikan pada keluarga atau saksi ketua lingkungan tak ada bedanya dengan penculikan," kata Bambang.