News . 26/01/2024, 07:40 WIB
Hal ini menanggapi pernyataan Jokowi yang mengaku bisa berpihak dan berkampanye terhadap salah satu capres cawapres 2024.
Dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan pemakzulan dapat diajukan jika presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya.
"Kalau presiden tidak melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka bisa saja hal ini ditafsirkan sebagai perbuatan tercela. Dan kalau ini disimpulkan sebagai perbuatan tercela, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan untuk pemakzulan," kata Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Januari.
Todung mengingatkan, Jokowi harus ingat pada sumpah jabatan yang diucapkan saat menjabat Presiden RI, yakni berjanji akan melaksanakan konstitusi dan hukum.
"Jokowi sebagai Presiden harus berada di atas semua kelompok, di atas semua golongan, di atas semua suku, agama, dan partai politik. Hal ini diamanatkan dalam UUD 1945" katanya.
Todung menekankan bahwa Pasal 282 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa pejabat negara dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Kemudian, dalam Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 menegaskan pejabat negara dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah kampanye.
"Coba baca baik-baik pasal 282 dan 283 ini. Coba baca sumpah presiden pada pasal 9 UUD 1945. Akan sangat mudah menyimpulkan bahwa keberpihakan dalam pemilu dan pilpres akan menciderai integritas pemilu dan pilpres, akan menggerus netralitas dalam pemilu dan pilpres, akan membuat pemilu tak lagi luber dan jurdil," paparnya. (*)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com