FIN.CO.ID - Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) akan bertarung dalam kontentasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pada Pilpres 2019 lalu konflik di tengah masyarakat begitu tinggi. Bahkan pertarungan dukungan dan polarisasi mulai tampak memanas jauh hari sebelum pemilu berlangsung.
Bagaimana dengan potensi konflik pada Pilpres 2024?
Pengajar Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada (UGM) Riza Noer Arfani memprediksi potensi konflik pada Pemilu 2024 relatif lebih kecil jika dibandingkan Pemilu 2014 dan 2019.
BACA JUGA:
- Ini Dia Pemicu Konflik Jokowi - PDI Perjuangan, Adian Napitupulu: Jokowi Ingin Jabatan Presiden 3 Periode, Kita Tolak
- 'Gara-Gara Konflik Dua Ibu Indonesia Terancam Kelabu' Viral, Baca Cerita Ibu Solo vs Ibu Banteng Selengkapnya di SINI
"Polarisasi yang ekstrem hampir tidak ada. Apalagi pada pemilu legislatif, relatif tidak menghasilkan konflik di level akar rumput," ujarnya dalam keterangannya, Minggu, 29 Oktober 2023.
Kendati suasana politik mulai memanas, ia menilai polarisasi serta konflik horizontal maupun vertikal pada Pemilu 2024 kemungkinan besar tidak akan sedahsyat dua pemilu sebelumnya.
Kecilnya potensi konflik, menurut dia, antara lain disebabkan semakin meningkatnya literasi masyarakat terhadap teknologi dan media digital sehingga lebih bisa memilah informasi yang mereka peroleh melalui media sosial.
Berbeda dengan pemilu sebelumnya, menurut dia, euforia masyarakat terhadap digitalisasi saat ini sudah cukup stabil.
BACA JUGA:
- Pesan Mendagri ke Kapolri: Aktif Petakan Potensi Konflik Pemilu 2024
- Tak Ngotot Tentukan Cawapres Pendamping Prabowo Subianto, PAN: Jangan Jadikan Cawapres Sumber Konflik
Pendapat serupa disampaikan Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Abdul Gaffar Karim.
Menurut Gaffar, pada pemilu tahun 2014 dan 2019, pertarungan dukungan dan polarisasi mulai tampak memanas jauh hari sebelum pemilu berlangsung.
"Sekarang tidak seperti itu. Jadi mungkin akan lebih tenang dibandingkan tahun 2014," ucap dia.
BACA JUGA:
Gaffar mengakui munculnya isu politik dinasti dan berbagai isu lainnya membuat sorotan publik terhadap negara cukup kuat.