Catatan Dahlan Iskan

Zaytun Menara

fin.co.id - 19/06/2023, 06:00 WIB

Menara di Al Zaytun yang diperkirakan merupakan menara masjid tertinggi ketiga di dunia. -Radar Cirebon-DNN-

"Aisyah," jawab Nicky. 

Juga ketika lagu India sedang dimainkan. Banyak yang tiba-tiba joget sendiri-sendiri –tidak mau lagi ikut gerakan saya dan Nicky di panggung.

Yang seperti itu menular di lagu-lagu dangdut setelahnya. Atau di lagu rock and roll. Kian banyak yang joget sendiri-sendiri. Saya seperti senam berdua saja bersama Nicky di panggung. 

Selebihnya banyak juga yang hanya menonton dansa swasta itu –karena sudah kelelahan hampir satu jam nonstop berjoget.

Selama di panggung sesekali saya melirik ke puncak menara masjid itu. Menara itu memang tinggi sekali: 210 meter. 

Saat menuju stadion ini saya minta dilewatkan proyek masjid baru itu. Bangunannya saja 1 hektare. Enam tingkat. Saya tidak masuk ke dalamnya. Masih sedang penyelesaian. Tapi sosoknya sudah jelas: gagah sekali.

Tapak menaranya sendiri sekitar 12 x 12 meter. Bagian bawahnya berbentuk gedung lima lantai. Untuk menuju puncak, di dalam menara itu dipasangi lift. Di puncaknya itu akan dibuka restoran. Bisa berputar. Seperti puncak menara di berbagai negara.

Lain kali saya mau dua malam di Al Zaytun. Sambil mengembalikan jas. Saya belum sempat melihat lahan pertanian dan peternakannya. Ratusan hektare. Yang menggarap sawah itu petani sekitar. Dengan sistem yar-nen. Al Zaytun yang menyediakan biaya penanaman. Sejak dari traktor sampai pupuk. Dengan demikian mutu bisa dijaga. Benih harus unggul. Komposisi pupuk harus proporsional. Semua biaya itu dibayar kembali dari hasil panen. Selebihnya dibagi dua: penggarap dan pemilik lahan.

Sebanyak 2.200 petani yang bekerja dengan cara itu. Mereka tergabung dalam koperasi yang dibentuk Al Zaytun: Perkumpulan Petani Penyangga Ketahanan Pangan Indonesia (P3KPI).

Dengan dilewatkan lembaga petani, maka sistem yar nen di Al Zaytun terkontrol penuh. Toh semua hasil panen dibeli oleh Al Zaytun sendiri.

Itu beda dengan sistem yar nen pada umumnya. Petani merdeka menjual padi mereka. Hanya petani yang benar-benar jujur yang mau menyisihkan hasil penjualannya: untuk bayar kembali pupuk dan benih.

Sistem yar nen bisa berjalan baik di Al Zaytun. Dalam skala sekitar 500 hektare.

Syekh Panji Gumilang, pendiri Al Zaytun, lantas membayangkan: mestinya negara bisa swasembada beras dengan sistem ini. Beda dikit. Al Zaytun adalah pemilik lahan. Negara tidak harus memiliki lahan. 

Negara, katanya, menyewa lahan pertanian dari penduduk. Luasnya disesuaikan dengan beras yang diperlukan untuk swasembada. Dibagi tiap provinsi. Tiap kabupaten. 

Maka akan jelas berapa luas sawah yang diperlukan untuk seluruh penduduk di kabupaten itu.

Admin
Penulis
-->