Mereka menganggap bahwa hadits ini menunjukkan ancaman bagi yang tidak berkurban, sehingga menunjukkan kewajiban kurban.
Kurban hukumnya sunnah muakkadah
Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
BACA JUGA:
Mereka berdalil dengan ayat Al-Quran surat Al-Hajj ayat 37 yang berbunyi:
“Tidak sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak (pula) darahnya, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah ketakwaan dari kamu.”
Mereka menafsirkan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa qurban bukanlah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah SWT, tetapi hanya sebagai sarana untuk mendapatkan ketakwaan.
Mereka juga memperkuatnya dengan hadits Nabi SAW yang bersabda:
“Tidak ada amalan anak Adam pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai Allah daripada mengalirkan darah (kurban). Sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah itu benar-benar sampai kepada Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka berbahagialah kamu dengannya.” (HR. Tirmidzi).
BACA JUGA:
Mereka menganggap bahwa hadits ini menunjukkan keutamaan dan anjuran kurban, tetapi bukan kewajiban.
Kurban hukumnya sunnah kifayah
Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama lainnya.
Mereka berdalil dengan hadits Nabi SAW yang bersabda:
“Barangsiapa yang mampu untuk berkurban tetapi tidak melakukannya maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Mereka menafsirkan bahwa hadits ini hanya menunjukkan makruh (dibenci) bagi yang tidak berkurban, bukan haram atau wajib.
BACA JUGA: