News

Resesi 2023 di Depan Mata, Begini Pandangan Netizen

fin.co.id - 02/11/2022, 19:58 WIB

Ilustrasi - Resesi Ekonomi

Sebab, nilai tukar rupiah masih cukup baik.

Bahkan, Indonesia mendapat kompensasi yang signifikan dari surplus neraca perdagangan. 

“Dibandingkan negara-negara berkembang lain, capital outflow di Indonesia sangat rendah,” ungkap Masyita.

BACA JUGA: Isu Nepotisme 'Si Cantik' PT Jakpro Terseret ke Formula E, Kerugian Bernilai Fantastis

Pada masa dahulu, kata Masyita, Indonesia memang mampu mencatat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. 

Akan tetapi harus ditebus dengan defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan. 

“Sekarang, Indonesia tidak lagi mengalami defisit karena mampu mencetak surplus di neraca perdagangan. Salah satu faktor pentingnya adalah inisiatif untuk memulai hilirisasi industri minerba sejak beberapa tahun lalu telah membuahkan hasil,” jelasnya.

Di sisi lain, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan APBN Tahun 2023 akan bersifat fleksibel, demi menahan gejolak resesi.

BACA JUGA: Turap Terkikis Air, Saluran Air Permukiman Warga Lubang Buaya Rawan Longsor

"APBN Tahun 2023 kita harus siapkan dari awal bahwa kita harus konservatif. Jadi dari sisi penerimaan kita sudah asumsikan kita relatif cukup konservatif," tutur Kepala BKF Febrio Kacaribu, Rabu (2/11/2022).

APBN 2023, sambung dia, disusun konservatif lantaran pertimbangan berbagai faktor meningkatnya ketidakpastian global.

Termasuk potensi resesi ekonomi global.

Febrio menegaskan, fleksibilitas menjadi modal bagi pemerintah dalam mengelola APBN.

BACA JUGA: KPK Akan Periksa Lukas Enembe, Kuasa Hukum: Belum Ada Jadwal

Namun dipastikan akan tetap kredibel untuk bisa mencapai defisit di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Admin
Penulis
-->