JAKARTA, FIn.CO.ID - Pemerintah diketahui memiliki utang kepada Pertamina dan PLN senilai Rp 109 triliun. Utang tersebut merupakan kewajiban pembayaran kompensasi atas harga jual eceran BBM dan kompensasi tarif listrik hingga akhir tahun 2021.
Utang kompensasi tersebut terdiri atas sisa kewajiban tahun 2020 sebesar Rp 15,9 triliun. Nilai itu berasal dari kompensasi harga jual eceran bahan bakar minyak atau HJE BBM kepada Pertamina.
(BACA JUGA: Ternyata Ini Penyebab Solar Subsidi Langka di Sejumlah Daerah, Besar Pasak Daripada Tiang)
Kewajiban pembayaran kompensasi pada 2020 sebenarnya mencapai Rp 63,8 triliun, namun sebagian besar sudah dilunasi pada tahun lalu.
Selain itu, pemerintah juga memiliki sisa kewajiban kompensasi untuk tahun 2021 sebesar Rp 93,1 triliun. Ini terdiri atas kompensasi HJE BBM kepada Pertamina sebesar Rp 68,5 triliun dan kompensasi tarif listrik ke PLN sebesar Rp 24,6 triliun.
Menanggapi situasi tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mendong agar pemerintah segera melunasi utang kepada dua BUMN tersebut, terutama Pertamina.
Sebab, untuk pertamina saja saat ini harus menanggung banyak beban, salah satunya yaitu beban over kuota solar subsidi, termasuk juga menanggung selisih harga jual Pertalite dengan harga keekonomian.
(BACA JUGA: Curhat Sopir Truck Keluhkan Solar Langka di Beberapa Daerah: Kirim Barang Jadi Susah!)
"Sangat mendukung dan mendorong agar pemerintah membayar kompensasi kepada Pertamina sebesar Rp 100 Triliun agar keuangan Pertamina tidak terganggu. Hal ini dikhawatirkan bisa mengganggu distribusi BBM secara nasional jika keuangan Pertamina tidak mampu lagi menanggung akibat beban kompensasi yang tidak dibayarkan," ujar Mamit kepada Fin.co.id, saat dihubungi Kamis 31 Maret 2022.
Mamit menjelaskan, beban kompensasi BBM yang ditanggung Pertamina tersebut didapatkan dari selisih harga keekonomian solar setelah di subsidi sebesar Rp 500 per liter.
"Pertamina saat ini harus menanggung selisih harga biosolar sebesar Rp 7.200 - Rp 7.300 per liter," ungkap Mamit.
Kemudian terkait upaya mengatasi kelangkaan BBM solar subsidi di sejumlah wilayah yang banyak dikeluhkan masyarakat belakangan ini, Mamit setuju dengan rekomendasi Komisi VI DPR saat rapat dengar pendapat bersama Pertamina pada Senin 29 Maret 2022 lalu, agar kuota solar subsidi ditambah.
(BACA JUGA: Aliansi Mahasiswa: Wapres Ma'ruf Amin 'Mencla-Mencle', Ulama Tapi Kok 'Paksa' Ummat Disuntik Vaksin Haram)
Sebagaimana diketahui, Dirut Pertamina, Nicke Widyawati sempat mengusulkan adanya penambahan kuota solar subsidi pada tahun 2022 sebanyak 14 juta KL.
"Hal ini akan membantu pasokan barang kembali normal apalagi menjelang puasa dan Idul Fitri, sehingga bisa meminimalisir terjadinya kenaikan harga dengan alasan terganggunya jalur distribusi," tuturnya.