JAKARTA, FIN.CO.ID - Polri lakukan penyelidikan temuan pasca temuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terkait peredaran kopi yang dicampur bahan kimia obat.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Presetyo menyebutkan, Polri memiliki Direktorat Tindak Pidana Narkoba yang berwenang dalam penyelidikan dan penyidikan peredaran obat-obat terlarang.
“Direktur Tipidnarkoba mengatakan Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bisa melakukan penindakan peredaran kopi yang mengandung bahan berbahaya itu,” kata Dedi dikutip Antara, Rabu, 9 Maret 2022.
(BACA JUGA: Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar Mundur dari Ketua MUI, Asrorun Niam Bilang Begini)
Namun demikian, lanjutnya, Dittipidnarkoba Bareskrim Polri belum mendapatkan informasi dari BPOM tentang temuan kopi yang mengandung paracetamol dan obat kuat tersebut.
“Apabila Polri mendapat ajakan BPOM untuk kerja sama penindakan, maka Polri akan menindaklanjuti,” ujar Dedi.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol. Krisno H Siregar mengatakan pihaknya belum mendapatkan info dari BPOM tentang temuan tersebut.
(BACA JUGA: Cara Penceramah Radikal Susupi TNI/Polri, Berikan Pengaruh Lebih Halus Agar Ideologi Mereka Dapat Diterima )
Namun, pihaknya menyakini laporan tersebut mungkin sudah diinfokan ke Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri.
Terkait hal tersebut, lanjut Krisno, pihaknya akan menindaklanjuti temuan BPOM dengan melakukan penyelidikan.
“Kami akan menindaklanjuti temuan BPOM di lapangan. Kami akan melakukan penyelidikan,” kata Krisno.
Sebelumnya diberitakan, BPOM, Jumat (4/3), mengungkap adanya kopi kemasan yang mengandung bahan kimia obat seperti sildenafil dan paracetamol.
Temuan tersebut diungkap BPOM melalui patroli siber di sejumlah platform e-commerece.
Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengatakan pencampuran kimia obat dalam bahan baku pangan maupun jamu dan kopi telah dipasarkan secara luas kepada masyarakat melalui fasilitas e-commerece.
Ia mengatakan pangan olahan yang dicampur dengan zat kimia obat melanggar ketentuan Pasal 196 dan 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ancaman hukuman 15 tahun penjara serta denda Rp1,5 miliar dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ancaman lima tahun dan denda Rp10 miliar.