Jadilah Mustofa pengepul biji cokelat di kampungnya. Sekalian membagikan bibit cokelat ke rumah-rumah tetangga.
Mustofa pun menekuni ilmu penanaman pohon cokelat. Lewat magang di perkebunan cokelatdi Malang dan Jember. Lalu mempelajari cara mengolah cokelat.
Jadilah Mustofa tokoh cokelat di desanya. Apalagi ia juga menjadi ketua Gerakan Pemuda Ansor di desa itu.
Lalu naik jadi ketua Ansor tingkat kabupaten Blitar –kemudian jadi pengurus NU di sana.
Lima tahun di Bali membuat Mustofa berpikir pariwisata. Awalnya kecil-kecilan: kebun cokelat, makanan serba cokelat, dan kolam pancing ikan.
Kini menjadi wahana rekreasi yangsangat bermakna. Tanah sebelah-menyebelah dibeli. Pemilik tanah diangkat jadi karyawan.
Mustofa bisa membaca kemampuan masyarakat: harga karcis masuknya hanya Rp 10.000. Itu pun pengunjung tidak dilarang membawa makanan.
Mustofa juga punya selera seni yang baik. Interior wahana-wahana di dalamnya tidak terasa murahan. Dan bersih. Terjaga.
"Setiap 20 m2 dijaga 1 orang. Begitu ada pengunjung yang menjatuhkan sampah langsung ada yang ambil," katanya.
Objek wisata modern memang bisa dibuat. Desa Plosorejo ini contohnya. Pun di alam yang bukan pegunungan, bukan danau, bukan air terjun dan bukan yang punya keunggulan alamapa pun.
Dan yang membuat pun tidak harus tokoh saudagar sekelas Chairul Tanjung atau arsitek selevel Ir Ciputra.
Cukuplah seorang lulusan Aliyah bernama Kholid Mustofa. (Dahlan Iskan).
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar disway.id Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.