JAKARTA - Draft rancangan revisi UU Paten telah disusun Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Pokok-pokok revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 (UU Paten) disosialisasikan ke pemangku kepentingan.
/p>
Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, DJKI Kementerian Hukum dan HAM, Dede Mia Yusanti mengatakan sosialisasi merupakan langkah transparansi pemerintah dalam menyusun revisi UU Paten. Diharapkan dari revisi UU Paten ini dapat mengakomodir para pemangku kepentingan di bidang paten.
/p>
“Revisi tentang UU Paten ini tentunya untuk menyesuaikan apa yang ada di UU Cipta Kerja, dan menyesuaikan dengan aturan yang terkait dengan standar internasional, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional,” katanya, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/8).
/p>
Dijelaskannya, ada beberapa pokok perubahan rancangan revisi UU Paten.
/p>
Adapun perubahan-perubahan dalam revisi UU Paten ini yaitu:
/p>
- Pasal 4 huruf d yang terkait dengan paten dalam program komputer. Apabila melihat Pasal tersebut, di sana dinyatakan bahwa program komputer yang semata-mata program komputer merupakan invensi yang tidak dapat dipatenkan.
Namun demikian, Dede mengatakan bahwa di dalam penjelasan dari pada Pasal tersebut jelas dinyatakan kalau program komputer yang semata-mata tidak program komputer tetapi ada efek teknis, ada karakter teknis di dalamnya maka program komputer tersebut dapat dipatenkan.
/p>
“Yang biasa kita sebut sebagai computer implemented invention atau computer related invention,” ujarnya.
/p>
- Pasal 4 huruf f terkait invensi yang berupa temuan (discovery). Di mana pemerintah akan menghapus ketentuan dari Pasal 4 huruf f ini.
Tujuannya adalah memberikan kesempatan dan mendorong serta membuka inovasi nasional yang seluas-luasnya.
/p>
“Karena ternyata banyak invensi inovasi nasional yang berkaitan dengan ketentuan dari pada Pasal 4 huruf f ini,” ucap Dede.
/p>
- Pasal 6 ayat (1) terkait grace period atau masa tenggang terhadap publikasi ilmiah.
Pemerintah akan mengubah ketentuan dari pasal ini, yaitu dengan menambahkan waktu dari sebelumnya 6 (enam) bulan menjadi 12 (dua belas) bulan masa grace period yang diberikan sebelum penerimaan invensi.
/p>
Tujuan pengubahan tersebut adalah untuk memberikan kesempatan waktu yang lebih lama khususnya kepada para peneliti, inventor yang biasanya memerlukan publikasi ilmiah terhadap hasil penelitiannya tetapi mereka juga memerlukan pelindungan patennya.
/p>
- Pemindahan Pasal 9 huruf c yaitu teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika ke dalam Pasal 4 huruf c.
Dede menjelaskan bahwa sebetulnya ketentuan ini ada di Pasal 9 huruf c yang terkait dengan invensi yang tidak dapat diberi paten.
/p>
“Jadi ini adalah pemindahan Pasal saja dari 9 (sembilan) dimasukkan ke dalam Pasal 4 huruf c,” katanya.
/p>
- Penambahan Pasal 19 ayat (1) terkait memberi izin melaksanakan paten yang dimilikinya kepada pihak lain.
Dede mengungkapkan bahwa ini adalah penambahan Pasal 19 ayat (1) yang sesuai dengan UU Cipta Kerja. Di mana pelaksanaan paten itu tidak hanya semata-mata memproduksi, tetapi juga memberikan izin untuk melaksanakan paten tersebut kepada pihak lain.
/p>
“Karena kalau kita lihat di Pasal 28 ayat (2) TRIPS ada dinyatakan bahwa selain hak eksklusif maka disebutkan juga hak untuk mengalihkan paten dan lisensi. Yang mana Pasal 28 ayat (2) TRIPS tersebut sebelumnya tidak muncul di Pasal 19 ayat (1) UU Paten saat ini,” ungkapnya.