JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan harga baru untuk tarif tes Polymerse Chain Reaction (PCR) di setiap fasilitas kesehatan. Agar tidak terjadi penyimpangan, penyesuaian ini harus diawasi. Sebelumnya, setiap fasilitas kesehatan yang menyediakan tes COVID-19 mendapat ruang lebih luas mematok harga tes.
/p>
"Yang disampaikan pemerintah ini, sebetulnya sudah memberi ruang. Jadi tidak rugilah," kata Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman, Rabu (18/8).
/p>
Menurutnya, Dinas Kesehatan mesti memonitor secara ketat. Tujuannya agar tidak ada penyedia tes yang melanggar aturan tersebut. Bila ada yang melanggar, pemerintah wajib memberikan hukuman berupa sanksi administrasi.
/p>
"Saya kira kalau ada yang melanggar, mudah-mudahan bisa disanksi. Bukan pidana. Bisa soal izinnya, ditegur dan tindakan administratif lainnya," imbuh Dicky.
/p>
Kebijakan pemerintah menurunkan batas maksimal harga PCR tersebut sudah dalam batas normal. Harga suatu tes PCR dipengaruhi oleh banyak faktor. Yakni bahan baku, riset, dan biaya pengembangannya.
/p>
"Kita nggak bisa memaksakan sama banget dengan India. Itu berat. Satu, jasa dari orangnya juga murah banget di India. Kemudian yang tidak bisa disamakan karena reagen atau komponen lain banyak yang sudah dibuat domestik dan lokal," urainya.
/p>
Kendati telah diturunkan, harga tersebut masih dapat diturunkan lagi. Namun, tergantung kesiapan pemerintah dalam menyiapkan kebijakan. "Hal lainnya komponennya masih impor. Seberapa jauh pemerintah menurunkan bea masuk tersebut. Sebenarnya masih bisa turun lagi," tutup Dicky. (rh/fin)
/p>