JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menurunkan batas tarif tertinggi tes PCR (Polymerase Chain Reaction) di Indonesia. Tes PCR untuk Jawa-Bali Rp 495 ribu. Sementara, luar Jawa-Bali Rp 525 ribu. Hasil tes keluar dalam waktu 1x24 jam. Mengapa luar Jawa-Bali lebih mahal?
/p>
Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir mengatakan salah satunya faktor transportasi. Menurutnya, Jawa dan Bali yang merupakan pusat perdagangan besar. Sehingga tidak membutuhkan biaya transportasi terlalu tinggi.
/p>
"Misalnya di daerah di luar Jawa dan Bali seperti Kalimantan, Sumatera atau Papua, tentunya membutuhkan biaya transportasi. Variabel biaya transportasi itu ditambahkan dalam unit cost. Sehingga tarifnya menjadi Rp 525 ribu," ujar Abdul Kadir di Jakarta, Senin (16/8).
/p>
Menurutnya, perhitungan batas tarif tertinggi baru ini mempertimbangkan beragam variabel. Selain biaya transportasi, ada juga biaya sumber daya manusia (SDM), overhead hingga keuntungan untuk swasta.
/p>
"Yang kita hitung mulai daripada pembelian alatnya. Harga regimennya, biaya SDM, depresiasi alat, overheadnya, dan biaya administrasi. Kita hitung semua. Kemudian kita mendapatkan unit costnya. Lalu, tambahlah margin profit untuk swasta sekitar 15 sampai 20 persen," terangnya.
/p>
Terkait hasil tes PCR, Abdul Kadir menjelaskan, Indonesia menggunakan dua macam alat tes. Yaitu Tes Cepat Molekuler (TCM). Hasilnya bisa keluar dalam waktu 2 jam. Satunya lagi, Nucleic Acid Test (NAT) yang memerlukan waktu 8 jam. "Kan sampel yang masuk tidak bersamaan. Akhirnya ini menunggu waktu," imbuhnya.
/p>
Dikatakan, ada daerah yang tidak memiliki alat pemeriksaan sampel tersebut. Sehingga pusat harus mengirimnya ke laboratorium di daerah. "Ada daerah di mana sampel itu dikirim terlebih dahulu ke laboratorium yang memiliki alat PCR. Tentunya ini membutuhkan proses pengiriman dan tentu butuh waktu ," tutup Abdul. (rh/fin)
/p>