"Ya kan kalah bersaing dengan dewa-dewa. Ya karena kuotanya sudah habis diambil dewa-dewa," kata Effendi.
Namun, Effendi membantah pernyataannya tersebut terkait kuota salah satu UMKM, yakni CV Hasil Bumi Nusantara. Berdasarkan informasi, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 162.250 paket pada tahap pertama dengan nilai kontrak Rp 48.675.000.000. Pada tahap ke-8, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 20.000, dengan pelaksana Susanti.
"Jangan berbicara satu, kami waktu itu berbicara tentang banyak yang UMKM, mengenai siapa kemudian dapat berapa silakan tanya ke penyidik," katanya.
Sayangnya, Effendi tidak menjelaskan secara terang maksud pernyataannya mengenai 'dewa-dewa' itu. Effendi justru mempertanyakan, kapan pihak-pihak yang lebih besar atau 'dewa-dewa' terkait kasus Bansos ini dipanggil dan diperiksa oleh penyidik KPK.
"Saya sudah datang saya sudah dipanggil sudah memenuhi panggilan walaupun cuma di WA ya kan, saya datang yg besar-besar kapan nih dipanggilnya, silakan bapak dan ibu cari sendiri," katanya.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19)
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (riz/fin)