JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengaku heran dengan respons berbeda-beda sejumlah menteri terkait keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi UU ITE.
Politisi PKS itu heran mengapa respons para anak buah Jokowi berbeda. Padahal, menurutnya, selama ini kebijakan pemerintah selalu berlandaskan visi presiden, bukannya menteri.
"Kok bisa para Menteri merespons secara ber-beda2 keinginan @jokowi unt merevisi UU ITE? Aneh. Bukankah yg ada adalah visi Presiden, bukan visi Menteri?," kata Hidayat melalui akun Twitter @hnurwahid, Jumat (19/2).
Ia malah khawatir respons beragam tersebut nantinya bakal mempengaruhi keputusan Jokowi untuk justru mengikuti keinginan para menterinya.
"Bukankah mrk pembantu Presiden bukan penyanggahnya? Lebih aneh lagi kalau akhirnya Presiden malah mengikuti maunya pembantu2nya!" kata Hidayat.
[embed]https://twitter.com/hnurwahid/status/1362555109805203457?s=19[/embed]Sebelumnya, Jokowi menyatakan bakal mengajak DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE apabila beleid itu dirasa tidak bisa memberikan rasa keadilan. Hal itu disampaikannya pada 15 Februari 2021 lalu.
Pernyataan Jokowi itu lantas direspons beragam oleh sejumlah menteri. Misalnya, Menkopolhukam Mahfud MD yang mendukung insiatif revisi undang-undang tersebut.
Melalui akun Twitter @MahfudMD, 15 Februari 2021 lalu, ia menyebut pemerintah akan memfasilitasi inisiatif revisi UU ITE jika atutan itu dinilai tidak baik dan memuat pasal-pasal karet.
"Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut. Bagaimana baiknya lah, ini kan demokrasi," kata Mahfud lewat akun Twitternya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan pemerintah mendukung lembaga penegak hukum untuk membuat pedoman interpretasi resmi soal UU ITE.
Pedoman interpretasi tersebut dilakukan oleh Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, dan kementerian/lembaga lainnya.
"Pemerintah akan secara lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran ITE dan pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir diterjemahkan secara hati-hati," kata Johnny.
Dirinya menyebut, pedoman itu nantinya akan membuat penafsiran pasal-pasal UU ITE agar lebih jelas.
Misalnya, Pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE tentang pencemaran nama dan Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian, yang dianggap selama ini dianggap pasal karet.
Ia mengatakan, kedua pasal itu telah beberapa kali diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, MK menyatakan kedua pasal itu konstitusional.