News . 18/02/2021, 09:00 WIB
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mnyebut, potensi angka putus sekolah dan pernikahan anak usia pelajar meningkat semenjak diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi covid-19.
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, potensi putus sekolah bukan hanya dipengaruhi kondisi ekonomi keluarga. Melainkan juga, para pelajar tidak memiliki alat daring atau gawai guna mendukung PJJ.
"Kalau pun memiliki gawai, para pelajar tidak memiliki kemampuan membeli kuota internet. Dan akhirnya, ada yang memutuskan bekerja dan menikah," kata Retno di Jakarta, Rabu (17/2/2021).
"Pengaduan yang diterima KPAI terkait dengan sumbangan pembinaan pendidikan mulai dari permintaan pengurangan karena kebijakan belajar dari rumah hingga tunggakan pembayaran antara tiga bulan hingga 10 bulan," tuturnya.
Menurut Retno, anak putus sekolah saat pandemi juga dipicu terjadi karena dikawinkan atau memilih bekerja membantu perekonomian keluarga. Sebab, dalam kondisi sekarang ini sebagian keluarga kehilangan pekerjaan, sehingga anak memilih bekerja atau dikawinkan.
Hal itu diketahui, kata Retno, ketika pihak sekolah berkunjungan ke rumah keluarga karena siswa tidak menghadiri pembelajaran jarak jauh dan tidak pernah mengumpulkan tugas.
"Saat didatangi, pihak sekolah baru tahu bahwa siswa yang bersangkutan akan dikawinkan sudah dikawinkan, atau sudah bekerja," terangnya.
"Bahkan, pada salah satu SMK swasta di Jakarta yang mayoritas siswanya memang dari keluarga tidak mampu, rata-rata per kelas ada 4 siswa bekerja," ungkapnya.
Untuk itu, KPAI meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pemetaan terkait anak yang berpotensi putus sekolah. Menurutnya, pemerintah harus mengetahui alasan-alasan anak putus sekolah kemudian memberikan langkah pencegahan.
Selain itu, pemetaan juga harus dilakukan terkait kebutuhan anak selama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sebab, masih banyak anak yang tidak memiliki gawai untuk belajar melalui internet.
"Anak-anak ini bisa dipinjami gawai oleh sekolah dan diberikan bantuan kuota internet. Selain itu, perlu diberikan pula bantuan berupa penguat sinyal sehingga anak-anak di daerah terpencil tetap dapat melakukan kegiatan pembelajaran," imbuhnya.
"Anak yang putus sekolah kemudian memutuskan untuk bekerja atau menikah, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun negakui, bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) telah menimbulkan dampak negatif berkepanjangan pada para pelajar dan berpotensi merusak masa depan anak.
Untuk mengantisipasi konsekuensi negatif dan isu dari pembelajaran jarak jauh, pemerintah mengimplementasikan dua kebijakan baru. Yang pertama adalah, perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning. Artinya, pelaksanaan pembelajaran tatap muka diperbolehkan untuk semua jenjang yang berada di zona hijau dan zona kuning.
Antisipasi Kemendikbud yang kedua, yaitu menerbitkan Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus). Sekolah diberi fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa. Modul pembelajaran dan asesmen juga dibuat untuk mendukung pelaksanaan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus).
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com