News . 06/02/2021, 09:35 WIB
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengingatkan, bahwa sekolah hanya diperbolehkan mengikuti satu program Penggerak. Mengingat, Kemendikbud telah meluncurkan tiga program Penggerak, yakni Sekolah Penggerak, Program Organisasi Penggerak (POP) dan Guru Penggerak.
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen), Kemendikbud Jumeri mengatakan, bahwa sekolah hanya akan menerima satu program Penggerak. Artinya, tidak ada sekolah yang mendapatkan dua program sekaligus.
"Jadi sekolah yang ditransformasi oleh POP dan Sekolah Penggerak ini berbeda. Jadi tidak ada yang menerima program ganda," kata Jumeri dalam diskusi Pendidikan secara daring, Jumat (5/2/2021).
"Jadi, bagi sekolah yang sudah diintervensi Sekolah Penggerak, nanti daftarnya akan diberikan pada POP. Artinya, mereka (Ormas) tidak boleh melakukan intervensi pada sekolah yang kita tetapkan sebagai Sekolah Penggerak," jelasnya.
Sementara itu, bagi sekolah yang lolos dalam program tersebut, Kemendikbud juga meminta kepala sekolah dan para guru yang bersangkutan untuk tidak pindah tugas. Sebab, jika jika dirotasi dikhawatirkan transformasi tidak berjalan.
Selain itu, Jumeri meminta sekolah yang bergabung dalam Sekolah Penggerak untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini berkaitan dengan penganggaran untuk Sekolah Penggerak.
"Jadi kalau ada gedung yang rusak, gedung yang tidak memenuhi syarat nanti akan dipecahkan bersama. Mungkin bisa lewat mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK), daerah mengusulkan lewat DAK agar sekolah dibangun," tuturnya.
"Banyak kemiripan dan irisan ketiga program tersebut," kata Dewan Pakar P2G Suparno Sastro.
Menurut Sastro, jika pemerintah ingin meningkatkan kualitas pendidikan pada eksosistem, seharusnya yang dibutuhkan adalah perubahan yang fundamental, baik secara kultural budaya sekolah, maupun perubahan struktural.
"Salah satunya seperti regulasi terkait pendidikan dan segala hal tentang sekolah," ujarnya.
"Pelatihan-pelatihan online bagi guru tentu hanya akan mampu mengakomodir guru yang punya akses digital, ada laptop atau gawai, dan akses internet. Kita paham ada 46.000 sekolah menurut Kemenko PMK yang tak bisa PJJ online selama ini," kata Satriwan.
Terlebih lagi, kata Satriwan, Sekolah Penggerak sangat mirip dengan Guru Penggerak dan Organisasi Penggerak. Ia menerangkan, program Guru Penggerak bertujuan melatih guru menjadi pemimpin. Sementara, Organisasi Penggerak fokus dalam pelatihan dan kompetensi guru oleh organisasi masyarakat (ormas).
Selain itu, kata Satriwan, target jumlah Sekolah Penggerak juga membingungkan. Sebab, disebutkan bahwa pada tahun keempat pelaksanaan, ditargetkan ada 40 ribu sekolah penggerak. "Kami mempertanyakan apakah jumlah ini representatif mengingat sekolah di Indonesia hampir 400 ribu sekolah mulai PAUD-SMA/SMK," ujarnya.
Hal yang menjadi pertanyaan para guru, lanjut dia, yakni dasar penentuan Sekolah Penggerak. Apakah berdasarkan inisiatif sekolah, atau memang dipilih pemerintah. Menurutnya, target 2.500 sekolah pada tahap pertama program Sekolah Penggerak hanya diisi oleh satuan pendidikan yang selama ini sudah punya kualitas baik. Misalnya, terakreditasi A, punya akses digital bagus, dan banyak prestasi.
Dapat diketahui, program Sekolah Penggerak digerakkan oleh pemerintah sedangkan POP digerakkan oleh organisasi masyarakat (Ormas).
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com