JAKARTA – Besaran ambang batas parlemen menjadi angka sakral bagi partai politik. Jika angkanya terlalu besar, akan sulit untuk bisa menempati kursi empuk di Senayan. Jika terlalu kecil, partai baru akan semakin banyak muncul.
Soal besaran angka, Pengamat Politik Emrus Sihombing mengaku setuju jika ambang batas parlemen di angka 7 persen. Bahkan lebih ditinggikan. Alasannya, naiknya angka ambang batas akan membawa partai politik ke arah yang lebih baik.
Seleksi yang masif dalam pesta demokrasi akan membuat partai kecil terseingkir. Untuk parliamentary threshold atau ambang batas parlemen, ia mengapresiasi usulan Partai NasDem yang meminta di angka 7 persen.
BACA JUGA: KPK Dalami Permintaan Uang oleh Wenny Bukamo kepada Kontraktor untuk Mengikuti Pilkada 2020
“Kalau bisa dinaikan lagi dari 7 persen. Karena itu baik untuk pertumbuhan politik di Indonesia, dimana akan terjadi seleksi sangat ketat nantinya di tengah masyarakat atas keberlangsungan dari Parpol. Karena idealnya untuk Indonesia ini, jumlah parpol itu tiga atau dua partai saja," ujar Akademisi Universitas Pelita Harapan tersebut.Hasil dari seleksi berupa gagasan dan program partai, diyakini akan mengakibatkan penyederhanaan partai. Dengan menguatnya ideologi partai dalam pilihan ideologi identitas yang nyata bagi rakyat. Yakni partai dengan ideologi Nasionalis Religius atau Religius Nasionalis.
"Maka hasilnya, hanya akan ada pilihan partai dengan ideologi nasionalis religius dan religius nasional saja. Selain itu tidak ada lagi nantinya politik produk identitas, atau politik sara atau Suku, Agama, Ras dan Antargolongan di tengah masyarakat," lanjutnya.
BACA JUGA: Sebut Islam Agama Pendatang yang Arogan, PCINU Amerika Semprot Abu Janda: Twit Ini Ngaco Banget, Koplak!
Sebaliknya terhadap Presidential Threshold atau ambang batas partai pengusung Presiden, Emrus Sihombing sepakat kepada Partai Demokrat agar angkanya ditetapkan di angka nol persen."Sebagai partai yang pernah berkuasa selama dua periode, sebaiknya harus percaya diri dan optimis untuk menaikan angka ambang batas parlemen,” terangnya.
Sebaliknya, untuk Presidential Threshold ia setuju kepada Demokrat agar angkanya ditetapkan di angka nol persen.
Diketahui, Demokrat menginginkan ambang batas parlemen tetap pada angka 4 persen. Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron menanggapi kenaikan angka ambang batas parlemen menjadi 5 persen dalam RUU Pemilu yang sedang dibahas DPR itu.
BACA JUGA: Polda Metro Jaya Fasilitasi SIM Keliling Hari Ini, Cek Lokasinya di Sini
“Sebaiknya ambang batas parlemen tetap 4 persen dan presidential threshold nol persen,” kata Herman.Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Surahman Hidayat menilai, penyederhanaan umlah partai politik sampai saat ini belum berjalan. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya partai baru dalam setiap pemilu.
Menurutnya, parlementary threshold perlu dibuat bersifat nasional. Artinya, partai politik yang tidak memenuhi PT secara nasional tidak hanya tidak diikut sertakan dalam perhitungan kursi DPR RI. Tapi seharusnya tidak dilibatkan pula dalam proses perhitungan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
“Kebijakan ini perlu diambil dengan pertimbangan kondisi partai politik perlu diselaraskan antara kondisi nasional dengan daerah. Sehingga partai politik bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat baik level daerah maupun level nasional,” ujar Surahman.
BACA JUGA: Dipolisikan Terkait Rasis, Abu Janda Ancam Lapor Balik: Kita Lihat Laporan Siapa yang Diproses
Ia melanjutkan, kebijakan PT bersifat nasional perlu diterapkan agar partai politik yang ada secara alamiah akan melakukan fusi dengan partai lainnya untuk bisa bertahan.“Untuk besaran angka parlementary threshold sendiri, saya mengusulkan 5 persen, menurut saya cukup naik 1 persen dari pemilu sebelumnya. Parlementary Threshold perlu dinaikan, namun jangan terlalu besar, untuk menjaga jangan terlalu besar suara masyarakat yang tidak terwakilkan dan menjaga proporsionalitas politik nasional,” bebernya.
Surahman berpendapat bahwa penyederhanaan jumlah partai politik perlu dilakukan untuk memperkuat sistem presidensial, namun jumlahnya dipertahankan pada jumlah dimana sebagian besar masyarakat memiliki pilihan politiknya.
“Penyederhanaan jumlah partai politik jangan sampai meningkatkan sikap apatis masyarakat terhadap perpolitikan bangsa,” tandasnya. (khf/fin)