Jumeri menambahkan, bahwa UU Sisdiknas dengan PJP bakal direlevansikan untuk membentuk visi Indonesia dan SDM unggul. Dengan begitu, pihaknya ingin mencetak generasi emas Indonesia pada tahun 2045.
BACA JUGA: PN Denpasar Vonis Terdakwa Pembunuhan di Bawah Umur 7,5 Tahun Penjara
"Peta jalan ini merupakan konsep generasi emas, dengan melihat beberapa faktor atau latar yang terjadi dengan harapan percepatan pencapaian tujuan pendidikan," terangnya.Selain itu, kata Jumeri, pada 2045 pihaknya ingin seluruh anak Indonesia yang berada dalam usia jenjang pendidikan dapat menikmati pendidikan. Denagn demikian, jangan ada lagi disparitas pendidikan di segala aspek.
"Rencana ini harus dimatangkan lebih lanjut, agar bagaimana pendidikan dinikmati seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud, Iwan Syahril menambahkan, bahwa tujuan penyelarasan naskah PJP dengan draf revisi UU Sisdiknas, guna menentukan langkah pendidikan Indonesia ke depan.
BACA JUGA: Polda Metro Jaya Tegaskan Ancaman Penjara dalam Transaksi Satwa Liar
Khusus PJP, pihaknya menargetkan naskah dapat selesai pada Mei hingga Oktober 2021. Sementara draf revisi UU Sisdiknas, akan selesai pada November 2021. PJP maupun UU Sisdiknas saat ini masih dalam tahap revisi dan finalisasi."Sekitar bulan Mei-Oktober kita bisa menghasilkan Perpres untuk peta jalan pendidikan," ujar Iwan.
"Kita jua akan mengusulkan jadi Perpres, karena akan ada kebijakan yang melibatkan kementerian dan lembaga dan juga Pemerintah Daerah," imbuhnya.
Sementara itu, Pengamat pendidikan, Doni Koesoema mengatakan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan pemerintah untuk mewujudkan wajib belajar 12 tahun di Indonesia. Yaitu, sisi legislasinya, prakteknya, dan konsep dasarnya.
BACA JUGA: Pandemi Covid-19 Menjadi Momentum Transformasi Koperasi ke Ekonomi Digital
Dalam hal legislasi, anggota DPR dan pemerintah harus merevisi UU Sidiknas. Pada sisi prakteknya, masih ada hambatan dalam hal infrastruktur. Menurutnya, jumlah sekolah menengah atas di Indonesia masih kurang dibandingkan siswanya."Makanya, praktik wajib belajar 12 tahun harus dilakukan dengan pikiran terbuka. Pemerintah tidak bisa hanya melihat dari sisi jumlah sekolah menengah atas saja untuk mewujudkan program itu," kata Doni.
Menurut Doni, selain sekolah menengah atas, pemerintah bisa saja menjadikan beberapa bengkel belajar, yang sudah banyak dikelola masyarakat menjadi salah satu wujud tempat pendidikan siswa.
"Berbagai tempat pelatihan kerja bisa juga menjadi salah satu cara menyetarakan sekolah menengah atas sehingga wujud wajib belajar 12 tahun bisa tercipta. Negara bisa andalkan masyarakat dalam hal ini," ujarnya.
Doni menambahkan, dalam hal konsep dasar wajib belajar 12 tahun, baiknya tidak hanya dilihat dari jumlah sekolah menengah atas saja, tapi ilmu setingkat sekolah menengah atas.
"Ilmu itu bisa didapatkan dalam pelatihan kerja, atau sekolah informal lainnya. Sudah banyak masyarakat yang memberikan perhatian kepada pendidikan setingkat sekolah menengah atas," pungkasnya. (der/fin)