JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami ihwal dugaan penerimaan uang oleh Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Iis Rosita Dewi terkait kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster.
Uang tersebut diduga diterima Iis dari sang suami sekaligus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan sekretaris pribadinya Amiril Mukminin.
Untuk mendalami hal tersebut, tim penyidik memeriksa Alayk Mubarrok, yang merupakan salah seorang tenaga ahli Iis.
Alayk diduga mengetahui adanya aliran dana yang diterima Edhy dan Amiril Mukminin dari eksportir benur.
Bahkan, Alayk diduga merupakan pihak yang menyerahkan uang dari Edhy dan Amiril Mukminin kepada Iis.
"Dikonfirmasi terkait posisi yang bersangkutan sebagai salah satu tenaga Ahli dari istri tersangka EP (Edhy Prabowo) yang diduga mengetahui aliran uang yang diterima oleh tersangka EP dan tersangka AM (Amiril Mukminin) yang kemudian diduga ada penyerahan uang yang diterima oleh istri tersangka EP melalui saksi ini," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (27/1).
Ali pun memastikan KPK bakal terus mengusut dan mengembangkan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tersebut.
Dalam pengembangan penyidikan kasus ini, KPK sedang mengumpulkan bukti adanya tindak pidana lain.
"Terkait proses penyidikan yang saat ini masih berjalan, KPK tidak menutup kemungkinan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru adanya dugaan TPK lain," kata Ali.
Meski demikian, Ali masih enggan membeberkan lebih jauh dugaan korupsi yang sedang didalami penyidik.
Dalam kesempatan ini, Ali Fikri juga mengultimatum para saksi untuk kooperatif dengan memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik dan menyampaikan keterangan secara jujur mengenai kasus dugaan suap yang melibatkan Edhy Prabowo tersebut.
"KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil Tim Penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini," tegas Ali.
Berdasarkan informasi, sejumlah pihak yang dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi mencoba berkelit atau berbohong saat dicecar penyidik.
KPK juga mengultimatum para pihak yang mencoba menghalangi proses penyidikan kasus ini. KPK tak segan menjerat para pihak yang menghalangi proses penyidikan dengan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"KPK mengingatkan ancaman pidana di UU Tipikor ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tipikor yang memberikan sanksi tegas apabila ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan ini," tegas Ali.